Mama Bisa Bikin Kita Jadi Rubah!

rubahlah

Kasus penggunaan kata ubah yang salah sebenarnya bejibun contohnya, di sini kita coba mencari yang jelas-jelas terlihat dan celakanya, tidak diperbaiki juga. Salah satu contoh nyata adalah yang ada di film iklan seorang paranormal kondang. Iklan yang menawarkan ramalan nasib lewat sms ini biasanya tayang di stasiun televisi swasta nasional di atas jam sepuluh malam waktu Indonesia bagian barat.

Entah apa yang ada di dalam benak sang kreator atau penulis naskah iklannya, mengapa membawa-bawa binatang rubah di iklan ini? Jika kita melihat langsung filmnya, sungguh sial nasib si kata dasar ubah ini. Ibarat peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga, sudah dipaksa menjadi rubah masih kena sial lagi dengan dibaca menjadi robah, kata dirubah yang seharusnya diubah juga dibaca dirobah.

Namun ingat, saya tidak mampu bisa merobah nasib Anda, hanya saya bisa kasih solusi supaya Anda bisa merobah nasibmu sendiri, ketik reg, spasi…. begitulah penggalan kalimat yang diucapkan di dalam iklan tersebut. Lagi-lagi si ubah benar-benar diubah total mulai dari tulisan hingga pengucapannya. Kalau istilah kata anak jaman sekarang, Ampyuuun dijeeey!

Bahasa Indonesia seharusnya tak hanya dipakai dengan tepat oleh para guru, para siswa, atau pun para ahli bahasa saja, tapi juga sebagai bahasa persatuan nasional, bahasa Indonesia sudah selayaknya diterapkan dengan baik oleh seluruh individu yang berstatus warga negara Indonesia (WNI) tanpa kecuali, apalagi untuk keperluan publikasi media secara luas. Jadi sang peramal yang terkenal ini juga seharusnya menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar jika memang beliau seorang WNI. Jangan mentang-mentang keturunan londo terus bisa seenaknya berbahasa Indonesia, bukan? (b\w)

*untuk lihat kamus kata ‘ubah’ klik di sini
*untuk lihat pengertian Bahasa Indonesia baik & benar klik di sini

(19 Agustus 2009)

Kuis Pendidikan yang Tak Cinta Bahasa Indonesia





merubahkuis1



Disebut apakah merubah puisi menjadi bentuk prosa? Kalimat pertanyaan tersebut, seperti juga yang terlihat pada gambar, keluar dalam sebuah kuis yang cukup menghibur di Global tv pada Sabtu 11 Juli 2009. Nama kuisnya memang cukup panjang: Are You Smarter than a 5th Grader?, ya kira-kira terjemahan bebasnya: Emangnye loe lebih pinter dari anak kelas 5 SD? Sebuah kuis adaptasi dari Fox Broadcasting Company.


Kuis yang dipandu Tantowi Yahya itu sedang mendatangkan Dave Hendrik sebagai peserta, yang saat itu memilih jenis pertanyaan mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas 4. Sayangnya Dave tidak tepat menjawabnya, untungnya seluruh panelis anak SD yang ada di sana tahu jawabannya yaitu parafrase, tapi tentu bukan hal itu yang akan dibahas di sini. 

Perhatikan kata merubah pada kalimat pertanyaan untuk anak kelas 4 SD itu yang seharusnya mengubah (untuk melihat kata dasarnya dari kamus klik di sini). Sungguh disayangkan sebuah kuis yang berbasis pendidikan ternyata pengelolanya tidak punya perhatian terhadap bahasa nasional kita. Atau mungkin karena dari namanya saja kuis ini memang bukan kuis Indonesia?

Kasihan sekali bangsa ini, generasi sekolah dasarnya malah lebih piawai berbahasa asing, tak paham dengan bahasa nasionalnya sendiri.[b\w]

(22 Juli 2009)

Ayo BERUBAH Jadi UBAH!

rubahlah-copy
Kenapa ya masih banyak orang yang nggak mau peduli terhadap bahasanya sendiri? Masih banyak yang memakai kata ubah dengan rubah, padahal rubah itu jenis binatang…

dari KBBI daring:
ubah v, berubah v 1 menjadi lain (berbeda) dr semula: wajahnya agak ~ ketika dirasanya sambutanku tidak begitu hangat; dunia rupanya sudah ~ , wanita sekarang berambut pendek; 2 bertukar (beralih, berganti) menjadi sesuatu yg lain: ia bersemadi, lalu badannya ~ menjadi raksasa; paham politik partai itu ~; 3 berganti (tt arah): ~ arahnya;
~ akal 1 gila; 2 berganti (pikiran, haluan, arah, dsb); ~ ingatan gila; ~ mulut berubah kata-katanya (pendapatnya); mengingkari janji; ~ pendirian berubah pendapat (paham, keyakinan, dsb); ~ pikiran berubah akal; ~ setia tidak patuh lagi;
berubah-ubah v selalu berubah; berkali-kali berubah; tidak tetap: kemauannya ~ dr waktu ke waktu;
mengubah v 1 menjadikan lain dr semula: timbul niatnya untuk ~ kebiasaan yg buruk itu; 2 menukar bentuk (warna, rupa, dsb): operasi telah ~ hidungnya yg pesek menjadi agak mancung;; 3 mengatur kembali: ~ susunan kalimat;
~ kata mengingkari janji;
mengubahkan v 1 mengubah untuk orang lain: ia ~ baju adiknya; 2 menyebabkan berubah;
terubah v sudah diubah; dapat diubah;
ubahan n 1 sesuatu yg sudah berubah atau sudah diubah; sesuatu yg berlainan dng yg semula; 2 hasil mengubah: ini adalah ~ adikku;
peubah n Stat 1 simbol yg digunakan untuk menyatakan unsur yg tidak tentu dl suatu himpunan; 2 besaran yg bervariasi atau besaran yg dapat mengambil salah satu dr suatu himpunan nilai tertentu (dl matematika); variabel
perubah n Mat simbol yg digunakan untuk menyatakan unsur yg tidak tentu dl suatu himpunan; peubah;
perubahan n 1 hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran: rupanya ~ cuaca masih sulit diperhitungkan; 2 Man perbaikan aktiva tetap yg tidak menambah jumlah jasanya;
~ iklim peralihan cuaca yg mencolok yg terjadi di antara dua periode tertentu dr suatu wilayah iklim; ~ sosial perubahan pd berbagai lembaga kemasyarakatan, yg mempengaruhi sistem sosial masyarakat, termasuk nilai-nilai, sikap, pola, perilaku di antara kelompok dl masyarakat; ~ tipe Met perubahan cuaca dr satu tipe ke tipe lain, sering terjadi secara mendadak;
memperubahkan (dng) v memperlainkan (dr); memperbedakan (dr): ia ~ anak ini dng anak lainnya;
pengubah n orang atau sesuatu yg mengubah;
pengubahan n proses, cara, perbuatan mengubah: ~ susunan kalimat itu dilakukan berkali-kali 

(15 Juli 2009)

INCUMBENT

Incumbent. Kata ini sedang sering dipakai. Di masa pemilihan presiden saat ini, kata incumbent bisa jadi senjata untuk melemahkan lawan politik, bisa juga jadi alat untuk bela diri. Karena bahasan ini ada di blog tentang bahasa Indonesia, tentu saja pertanyaan wajibnya adalah: apakah ada bahasa Indonesianya? Jika ada, mengapa orang lebih suka memakai kata aslinya dibandingkan padanannya dalam bahasa Indonesia? Ah, sudahlah… :D 

Menurut kamus.net, kata incumbent merupakan kata benda (noun) yang berarti:
* berkewajiban
* yg sedang memegang jabatan
* pemegang jabatan
Tambahan arti dari Bahasa, please adalah yang masih menjabat


Memang lebih enak mengucapkan incumbent daripada yang sedang memegang jabatan bukan? Ya itulah bahasa Indonesia, kurang kosa kata, sehingga banyak kata yang panjang uraian artinya, bahkan dibandingkan bahasa daerah, contohnya bahasa Jawa yang lebih banyak kosa kata yang bisa menerangkan banyak arti dalam satu kata. Kata unduh yang menggantikan download diambil dari bahasa Jawa. Tapi biar bagaimana pun, bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa yang wajib kita cintai.

(17 Juni 2009)

Indonesia Punya 746 Bahasa Daerah

Silakan baca beritanya yang diambil dari e-paper Kompas hari ini Rabu 27 Mei 2009 halaman 12.

304-bahasa-daerah

5 Responses to “Indonesia punya 746 bahasa daerah”

  1. luvjoy says:
    pendek amat ni postingan bang?? tumben
    .
    = hehe… berarti idenya juga lagi “pendek” :D
  2. tanyasaja says:
    hi salam kenal ya :)
    .
    + salam kenal juga :)
  3. papadanmama says:
    waah…waaaah…baru tau nih, ternyata bahasa daerah di indo ini buanyaaaaak bgt ya? ck..ck..ck..
    salam kenal, thx dah berkunjung dan komentar di blog saya :)
    .
    = sama-sama :D
  4. wiiih kaya juga Indonesia kita dengan budaya nya ya.makasih infonya loh bos.
    .
    = makasih juga udah mampir :D

Slogan Para Calon Presiden

Meski agak gemas menyaksikan tingkah polah para elit politik yang seakan haus kekuasaan, tapi memperhatikan slogan yang mereka ciptakan sepertinya lucu juga jika dibahas di sini. Urutannya berdasarkan pernyataan pers mereka pada tanggal 15 Mei 2009 lalu.

Jusuf Kalla sepertinya ingin bersikap konsisten dengan slogannya LEBIH CEPAT LEBIH BAIK sehingga ia paling dahulu mengumumkan kesiapannya untuk maju ke pertarungan pemilihan presiden dengan menggandeng Wiranto, sehingga simbol pengucapannya jadi JK-WIN. Pastilah Anda mahfum kenapa singkatannya bukannya JK-WIR? Karena siapapun yang ikut kompetisi pastilah berharap menang alias win.

JK tetap membedakan antara merek dan slogan (brand & tagline). Dengan merek JK-WIN, slogannya tetap Lebih Cepat Lebih Baik. Sebuah slogan yang tampaknya benar-benar hendak diwujudkan pemiliknya, terbukti dengan selalu menjadi yang pertama datang ketika pendaftaran dan pemeriksaan kesehatan. Meski semua orang tahu, karena selalu lebih cepat itulah yang menyebabkan JK tidak diajak bersama lagi supaya kita bisa.


Soesilo Bambang Yudhoyono tentunya tetap dengan brand-nya yang sudah mengakar, meski mirip dengan singkatan ibukota provinsi Jatim: SBY. Setelah melalui pertimbangan dipilihlah seorang Boediono sehingga merek kampanyenya jadi SBY BERBUDI. Sebuah penggabungan yang cerdik, sehingga kepanjangannya jadi SBY bersama Boediono, meski kalo mau konsisten harusnya jadi SBY berBOEDI ya, hehe…. Walau kedengaran agak nanggung, karena kata berbudi itu kan terbiasa ditambahkan, misalnya berbudi luhur, berbudi pekerti, dll. Semoga saja tindakan berbudinya terhadap rakyat juga nggak nanggung. SBY BERBUDI sebenarnya lebih mirip slogan ketimbang merek. 

Kenyataannya SBY juga tetap mempertahankan slogannya LANJUTKAN! yang sesungguhnya tidak akan terwujud jika SBY tidak menyertakan JK. Menurut acara Democrazy, jika tanpa J dan K slogan tersebut hanya menjadi kata LANUTAN.

Capres terakhir yang hampir tengah malam menyatakan siap maju bersama Prabowo Subianto adalah Megawati Soekarnoputri yang hingga detik ini memilih merek penggabungannya menjadi MEGA-PRO. Memang lebih enak sih ketimbang MEGA-PRA (mosok masih pra, kapan selesainya?) atau MEGA-BO! Meski sangat mirip dengan nama salah satu jenis motor Honda, tapi lebih mudah ditambah-tambahin. Buktinya hingga saat ini menurut Sekjen PDIP, mereka masih mengusung merek yang sepertinya juga sekaligus slogannya, yaitu MEGA-PRO RAKYAT. Entah nanti setelah deklarasi resmi mereka, yang rencananya tanggal 24 Mei di sentra pemulungan sampah Bantargebang Bekasi, apakah akan berubah sesuai kondisi di sana atau tidak, kita tunggu saja. :D 

(18 Mei 2009) 

Apa Itu Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar?

Sebelum sampai pada pembahasan Bahasa Indonesia yang benar dan baik, terlebih dahulu kita perlu tahu bagaimana standar resmi pembakuan Bahasa Indonesia. Jika bahasa sudah memiliki baku atau standar yang sudah disepakati dan diresmikan oleh negara atau pemerintah, barulah dapat dibedakan antara pemakaian bahasa yang benar dan tidak.

Seperti yang ditulis di buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Depdiknas) tahun 1988, pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku itulah yang merupakan bahasa yang benar atau betul.

Bahasa sebagai salah satu sarana komunikasi antar sesama manusia tentunya bertujuan agar dapat dimengerti oleh manusia lainnya. Meskipun berbicara dalam satu bahasa yang sama, dalam hal ini Bahasa Indonesia, namun ragam bahasa yang dipakai tidaklah sama. Masing-masing kelompok menggunakan ragam yang berbeda.

Orang yang mahir menggunakan bahasanya sehingga maksud hatinya mencapai sasarannya, apa pun jenisnya itu, dianggap berbahasa dengan efektif. Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat. Bahasa yang harus mengenai sasarannya tidak selalu perlu bergam baku (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, halaman 19).

Jadi jika kita berbahasa benar belum tentu baik untuk mencapai sasarannya, begitu juga sebaliknya, jika kita berbahasa baik belum tentu harus benar, kata benar dalam hal ini mengacu kepada bahasa baku. Contohnya jika kita melarang seorang anak kecil naik ke atas meja, Hayo adek, nggak boleh naik meja, nanti jatuh! Akan terdengar lucu jika kita menggunakan bahasa baku, Adik tidak boleh naik ke atas meja, karena nanti engkau bisa jatuh!

Untuk itu ada baiknya kita tetap harus selalu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, yang berarti pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebaliknya mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, halaman 20).

Kalo kita cermati kutipan-kutipan di atas tentang apa itu bahasa Indonesia yang baik dan benar, erat sekali ya hubungannya dengan ragam bahasa. Berarti untuk lebih memahaminya kita juga perlu tahu apa saja ragam bahasa yang ada di dalam bahasa Indonesia. Sepertinya perlu pembahasan tersendiri mengenai hal itu. Jadi yang penting dalam masalah yang baik dan benar kali ini adalah kita tetap berbahasa sesuai keadaan, situasi, dengan siapa kita berbicara, dan untuk tujuan apa kita berbahasa. Makin bingung kan? Sama dong:D

Konstituen Itu Apa sih?

Masih membahas masalah kata-kata yang marak bersliweran di masa Pemilu 2009 ini. Paling sering diucapkan adalah tentang komunikasi politik. Nggak ada yang salah sih sama istilah ini, hanya saja awalnya agak tak biasa kata komunikasi disandingkan dengan kata politik. Kini, saking seringnya disebut sehingga boleh menjadi istilah baru yang mungkin artinya adalah: pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yg dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak, dengan tujuan mencapai kesepakatan politik, atau hubungan di wilayah politik.

Kata konstituen juga banyak mendulang ucapan dan tulisan. Menurut Andrias Harefa, Konstituen adalah seseorang yang secara aktif mengambil bagian dalam proses menjalankan organisasi dan yang memberikan otoritas kepada orang lain untuk bertindak mewakili dirinya. Seorang konstituen memberikan otoritas kepada pemimpin, bukan sebaliknya. Konstituen itu bisa pegawai/bawahan, tetapi juga bisa konsumen, para pemegang saham, para pemasok, dan mitra bisnis lainnya, dan warga negara, demikian Kouzes dan Posner (Credibility, 1993) mengusulkan istilah pengganti follower atau employee.

Tapi lain lagi menurut KBBI Daring:
konstituen /konstitun/ n 1 bagian yg penting, msl natrium adalah konstituen garam dapur; 2 unsur bahasa yg merupakan bagian dr satuan yg lebih besar; bagian dr atau pendukung konstruksi (msl pena saya, lebih tajam, daripada, dan senjata Anda adalah konstituen dr pena saya lebih tajam daripada senjata Anda);
– akhir komponen yg dihasilkan dl tahap akhir dr analisis konstituen; – langsung komponen yg dihasilkan dl tahap pertama dr analisis konstituen; – terbagi unsur tunggal yg muncul diantarai oleh unsur lain; – terdekat konstituen langsung; – terjauh konstituen akhir.


Bagaimana jika kita melihat ke buku Tesaurus Bahasa Indonesia-nya Eko Endarmoko terbitan Gramedia? Pada halaman 334 kita akan menemukan seperti ini:
konstituen /konstitun/ n anasir, anggota, bagian, elemen, faktor, komponen, partikel, unit, unsur, zat.


Ada perbedaan yang cukup mendasar antara arti harafiahnya dengan arti populernya. Kita lihat contohnya dalam sebuah tulisan di tempointeraktif :
Belajar dari sistem pemilu berbasis kandidat, sapaan dan dialog langsung dengan konstituen adalah format komunikasi politik paling efektif. Jika ini terbangun sejak saat pemilu, representasi kepentingan konstituen akan lebih mudah diantarkan oleh para kandidat pascapemilu. Ini akan menjadi modal dasar yang sangat penting untuk menciptakan parlemen yang lebih berintegritas di masa mendatang.

Entah bagaimana awalnya para politisi dan juga media menemukan kata ini sebagai kata ganti orang yang kira-kira artinya berhubungan dengan para pemilih, rakyat, kader, simpatisan, atau mungkin bahasa yang lebih kerennya lagi adalah stakeholders? Walah, makin mbingungi
Kata ‘koalisi‘ adalah juaranya saat ini, dan juga yang paling aman, karena di KBBI Daring punya pengertian yang memang berhubungan dengan politik:
koalisi n Pol kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara dl parlemen: kabinet — itu didukung oleh tiga partai politik yg besar;
berkoalisi v bekerja sama antara beberapa partai dsb: ketiga partai oposisi telah sepakat untuk ~


Mari kita tunggu ada istilah baru apa lagi yang akan marak disebut dan ditulis pada tahun Pemilu ini. Semoga bisa makin memperkaya kasanah bahasa kita, bukannya makin membingungkan.

(18 April 2009)

electoral quick threshold judicial real review count

ISTILAH-ISTILAH (ASING) DI MASA PEMILU

Jakarta (ANTARA News) - Forum 17 partai politik (parpol) yang pada pemilu 2004 meraih suara kurang dari tiga persen (tidak lulus “electoral threshold“) pada Rabu (13/6) mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengajukan judicial review (uji materi) pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) UU No.12 tahun 2003 tentang Pemilu terhadap UUD 1945. (dikutip dari http://www.antara.co.id)

Jangan percaya dulu dengan hasil quick count lembaga survei. Komisi Pemilihan Umum (KPU) yakin real count KPU lebih akurat daripada quick count yang digelar berbagai lembaga survei. (dikutip dari http://pemilu.detiknews.com)

Itulah salah dua contoh pemberitaan selama masa menjelang hingga berlangsungnya Pemilu Indonesia 2009. Perhatikan kata yang ditulis miring. Saking seringnya istilah-istilah itu disebut dan ditulis, sehingga kita seolah-olah menganggap kata itu merupakan bagian dari bahasa Indonesia.
Padahal jika mau sedikit berusaha untuk dicari padanan kata dalam bahasa Indonesia-nya, tentu tak akan bikin keseleo lidah yang tidak biasa mengucap english.

Meski beberapa stasiun tv sudah ada yang menyebut quick count dengan hitung cepat, tetapi penyebutan aslinya tetap lebih sering disebut. Apalagi belakangan keluar lawan sejenisnya yaitu real count yang ironisnya justru dipopulerkan oleh lembaga resmi pemerintah Indonesia. Mungkin terpancing quick count sehingga mereka lebih memilih pakai count juga ketimbang hitungan nyata.

Bagaimana dengan electoral threshold? Wuiih, tulisannya aja udah bikin ngebacanya pening, gimana nyebutinnya, apalagi mengartikannya… (dari kamus.net: Electoral (n) * yang bertalian dgn pemilih atau pilihan, Threshold (n) * ambang pintu * ambang * permulaan).

Beda lagi dengan si judicial review yang sudah jelas ada padanannya, meskipun menurut mereka masih lebih keren menulis judicial review ketimbang “uji materi”.

Mudah-mudahan para pemimpin dan anggota legislatif yang nantinya terpilih membawa negara ini untuk masa lima tahun ke depan, jangan terlalu banyak memakai istilah asing jika berbicara. Siapa lagi yang akan menghargai bahasa nasional kita jika bukan kita sendiri. Semoga kecintaan terhadap Bahasa Indonesia dimulai dari para pemimpin dan wakil rakyatnya. Semoga tidak ada lagi kutipan seperti di bawah ini (dari http://pemilu.detiknews.com):

“Malam ini dengan Wiranto. Besok saat lunch dengan Prabowo, lalu malamnya dinner dengan Surya Paloh,” kata Effendy

:D

[10 April 2009]

quick count yang sangat pede

quick count sudah jadi bhs Indonesia???
quick count sudah jadi bhs Indonesia???
.
Kata ‘quick count‘ di iklan yang tayang di harian Kompas 8 April 2009 ini benar-benar pede (percaya diri). Bagaimana tidak pede, ia dengan santainya dapat berdiri ‘tegak’ tanpa dimiringkan selayaknya kata atau istilah asing. APA SUSAHNYA YA PAKAI KATA ‘PERHITUNGAN CEPAT‘ ATAU ‘HITUNGAN CEPAT‘???

[8 April 2009]

COUNTER TELLER?

nasabah-yth

Lihat lihatlah, di bank terkenal saja Rp-nya masih menggunakan titik. Pemakaian kata transfer bisa dimaklumi, karena jika diganti dengan pemindah bukuan atau pengiriman uang mungkin memang agak kepanjangan. Tapi untuk kata counter teller sepertinya ada yang aneh ya? Di kamus.net kata counter itu sendiri berarti kasir, sementara teller juga berarti kasir bank?

Oke deh, mungkin kata teller susah cari padanan katanya yang tepat. Bagaimana jika kalimatnya begini:

TRANSAKSI PENARIKAN TUNAI/TRANSFER DARI TABUNGAN MELALUI TELLER WAJIB MENGGUNAKAN KARTU ATM

Tentunya para nasabah (warga negara Indonesia) yang terhormat tidak keberatan, bukan? Karena kalimatnya jadi terasa lebih nyaman. :)

[27 Maret 2009]

Bahasa Jawa dan Sunda di Ponsel

Bukan bermaksud promosi, tapi hanya ingin berbagi informasi. Sekarang ini mereka (para produsen) selalu berusaha untuk lebih akrab dengan konsumennya. Salah satu caranya adalah dengan memasukkan menu bahasa daerah di produk telepon seluler. Ternyata aplikasi teknologi dengan menu bahasa Indonesia sudah tidak istimewa lagi.

Tentang sejauh mana efektifitasnya dalam menjaring pengguna atau pembeli lebih banyak sehingga bisa meningkatkan penjualan, masih perlu waktu untuk dibuktikan, yang jelas dengan adanya menu bahasa daerah ini paling tidak kekayaan bahasa kita mulai dihargai.

ponsel sony ericsson dengan menu bahasa jawa dan sunda
ponsel Sony Ericsson dengan menu bahasa Jawa dan Sunda

(11 Maret 2009)

“Paket OK” yang nggak oke karena mengecoh!


paket-ok1
Kalo lihat etika tata bahasanya sihwah, jangan ditanya deh, tapi yang mau dibahas di sini adalah masalah persepsinya. Kira-kira apa yang dipikiran Anda jika baca promosi ini?

“Murah nih, berdua Rp 36-an ribu! paling tidak begitu pikiran saya. Kenyataannya kami menghabiskan lebih dari Rp 100 ribu untuk makan berdua (sudah ditambah harga minuman dan biaya tax & service). Rupanya kuncinya ada di tulisan /pax. Jebakan batman yang bagus!

Makanya jangan terkecoh dengan promosi resto ini. Paket OK Rp 36.500++/pax (perhatikan, mereka menulisnya benar ‘Rp’ tanpa titik, tapi kenapa memakai koma di setelah angka 6, jadi ya tetap salah, hehehe) berhasil mengelabui konsumen agar mengira dengan harga segitu bisa makan berdua. Padahal 36-ribuan itu untuk satu orang! Tulisan PAKET 2 ORANG dan PAKET 4 ORANG di bawahnya juga sangat menggiring orang untuk masuk perangkap. Kasihan jika ada yang bawa duit pas-pasan.

Sayangnya, penipuan akal-akalan ini menyajikan makanan yang memang enak rasanya. Apalagi Thai Singkong-nya. Gila, kenapa nggak bilang singkong Thailand aja ya? Udah gitu pake tambahan kata free lagi, padahal sudah ada gratis di belakangnya!

Jadi bingung juga, kami tertipu harga & kata, tapi menikmati kelezatannya. Ya satu-satunya cara untuk menghapus kekesalan itu adalah dengan menulis kisahnya di sini. Jika ada yang penasaran dengan kenikmatan rasanya, ya silakan saja terkecoh, asal ikhlas… hehehe.

paket-ok2 

(6 Maret 2009)

Diskusi Bedah KBBI Edisi 4

27 Februari 2009
KBBI Edisi 4 Lebih Tebal Lebih Membingungkan

Dari tiga edisi yang telah disusun sebelumnya, dalam diskusi Bedah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Bahasa Edisi Keempat, Meiti Takdir Kodratillah, dari tim Pusat Bahasa Indonesia menyatakan terdapat banyak perbedaan dalam KBBI edisi keempat ini dibandingkan dengan kamus edisi-edisi sebelumnya.

“KBBI edisi keempat berbeda dengan KBBI edisi sebelumnya,” terang Meiti dalam acara
diskusi di gedung Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta, Selasa (24/2/2009).

Meiti menyebutkan perbedaan yang terdapat dalam kamus tersebut yaitu: 1) penambahan lema dan sublema yang semula berjumlah sekitar 78.000, kini bertambah menjadi sekitar 90.000 lema. Penambahan itu meliputi kosakata baru, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. 2) perbaikan menyangkut definisi, penjelasan lema, dan pemenggalan kata. 3) perbaikan menyangkut informasi teknis, seperti label bidang ilmu, label bahsa daerah, dan informasi yang lain. Dan 4) Sistematika penyusunan lema yang tidak lagi berdasarkan abjad seperti pada kamus-kamus sebelumnya, tetapi berdasarkan paradigma.

Menurutnya sistematika penyusunan lema pada edisi-edisi sebelumnya yang dilakukan berdasarkan abjad oleh tim penyusunnya membuat definisi yang diberikan banyak yang tidak taat asas, karenanya tim pusat bahasa mencoba menyusun KBBI IV dengan sistem yang lain melalui beberapa tahapan berbeda.

“Sistem tersebut membuat definisi yang diberikan banyak yang tidak taat asas.” jelas Meiti. Sementara tahapan-tahapan yang dimaksud dalam penyusunan lema KBBI IV ini yaitu: 1) pengelompokkan lema menurut bidang atau medan maknanya, 2) pemeriksaan lema dan sublema yang telah dikelompokkan, 3) pemeriksaan lema dan sublema baru, 4) penggabungan kembali lema dan sublema berdasarkan abjad, dan 5) pemeriksaan lema dan sublema setelah penggabungan.

Kosakata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) IV boleh saja bertambah jumlahnya sehingga kian lengkap. Namun, pertambahannya itu bukannya tanpa sisi negatif.

“Perubahan format pada larik pertama lema tidak konsisten. Ada yang terlewat, belum diubah, bahkan pada halaman yang sama seperti pada halaman 830. Ini dapat membingungkan pembaca, dapat dibaca sebagai makna, padahal bukan,” kata ahli tata bahasa Indonesia dari Unika Atmajaya Bambang Kaswati Purwo dalam diskusi Bedah KBBI IV di Gedung Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta Selatan, Selasa (24/2/2009).

Dari empat edisi yang telah diluncurkan, sebanyak 27.951 kata telah bertambah, mulai dari edisi I yang memuat sebanyak 62.100 kata, edisi II 72.000 kata, edisi III 78.000 kata, dan terakhir edisi IV sebanyak 90.049 kata. Penambahan kata ini menurut Meiti merupakan hasil penambahan kosakata baru yang sudah umum dipakai di masyarakat yang terkait juga dengan penambahan kosakata baru khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Bambang, KBBI seharusnya tidak perlu terlalu banyak mengambil kata-kata serapan yang berasal dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kata-kata yang merupakan bagian teknis dalam satu ilmu pengetahuan seharusnya disusun dalam kamus tersendiri khusus bidang keilmuan tersebut.

“Apakah semua masalah harus dijangkau dalam KBBI saya jawab ya. Tapi apakah harus masuk dalam kamus ini jawaban saya tidak. Untuk kosakata yang memang teknis dalam satu ilmu pengetahuan saya rasa itu tidak perlu dimasukkan, tapi jika kosakata tersebut lintas ilmu pengetahuan dan umum dipakai ya perlu dicantumkan,” terangnya.

Selain itu Bambang juga mengusulkan adanya satu KBBI yang memang khusus dipakai sebagai rujukan atau pedoman tata bahasa untuk masyarakat. Nantinya tidak perlu ada lagi KBBI berseri seperti yang ada sekarang yang dianggap membingungkan masyarakat tentang mana edisi yang harus dipakai.

“Saya mengusulkan adanya kamus khusus, sehingga tidak perlu ada lagi edisi 1,2,3,4
dan nanti 5. Yang beredar itu hanya kamus gubahan,” pungkasnya.

Akronim dan Singkatan yang Sukses Jadi Kata

Itu Lia, yang ngurus bagian kehumasan di kantor, dia curhat kalo lagi bete karena baru ditilang, ngerayu polisi sampe kege-eran dan dengan pedenya si polisi minta nomer henpon.

Nggak ada yang salah sih sama kalimat di atas. Tapi coba perhatikan kata-kata yang digaris bawah. Kita biasa menganggapnya sebagai satu kata, padahal tanpa kita sadari kata-kata itu awalnya adalah sebuah akronim dan singkatan.

Kehumasan yang asal katanya humas, berasal dari akronim hubungan masyarakat. Saking seringnya dipakai, sampai-sampai dianggap seperti sebuah kata. Begitu juga dengan tilang, sebuah akronim dari kata bukti dan pelanggaran, paling sukses bermetamorfosis jadi sebuah kata. Kedua akronim ini juga punya prestasi yang bagus di dunia persilatan bahasa, yaitu sukses dengan utuh masuk KBBI.

Sebuah akronim atau singkatan atau istilah, bisa dibilang sukses jadi sebuah kata jika dia sudah tidak canggung jika ditempelkan dengan imbuhan, contohnya seperti dua kata di atas. Kata bete meski boleh dibilang istilah baru, statusnya sudah bisa sejajar dengan curhat karena seringnya orang pakai kata itu, meskipun kedengarannya masih nggak enak jika ditambah imbuhan. Beda dengan curhat yang sudah nyaman jika dipakai imbuhan, malah ada yang memakainya sebagai akronim dengan menjadikannya istilah baru: curcol, curhat colongan (menggunakan kesempatan yang bukan waktunya untuk curhat).

Kalo pede dan ge-er beda lagi asal-muasalnya. Berawal dari singkatan huruf pertama percaya dan diri, serta gede dan rasa, mereka sukses memposisikan diri jadi kata yang sering dipakai. Sejenis mereka adalah kata hape yang berasal dari bahasa asing handphone, ini pun di “Indonesiakan” jadi henpon.

Ternyata tanpa kita sadari banyak kata-kata yang asalnya terdiri dari dua kata atau lebih, bahkan sebenarnya merupakan singkatan, namun selama kita sesama pemakai bahasa sepakat untuk ikhlas memakainya jadi sebuah kata, dan saling mengerti artinya, ya nggak masyalah, gitu aja kok repot… :D  

(16 Februari 2009)

Lomba Blog: salah satu penghargaan terhadap Bahasa Indonesia

4 Februari 2009

Akhir-akhir ini marak berbagai lomba blog yang diadakan berbagai pihak, mulai dari perorangan, seperti yang diadakan oleh bugiakso.com (”Aku Untuk Negeriku”), hingga korporasi besar. Terutama perusahaan yang berhubungan dengan komunikasi maya, mulai dari Speedy hingga Star-One. Senang melihat kenyataan dalam lomba-lomba tersebut sebagian besar mensyaratkan kewajiban berbahasa Indonesia (ya jelas donk ah, kan lombanya di Indonesia, kalo di India ya bahasa Urdu lah… hehe).

Namun lomba blog tak hanya didominasi oleh usaha teknologi komunikasi saja, banyak korporasi raksasa di bidang lain juga tak kalah hebohnya bikin lomba tersebut. Salah satunya adalah Djarum Black Blog Competition.

Artikel yang diajukan untuk kompetisi menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Inggris dapat dipergunakan sebagai konten artikel tetapi hanya sebagai pelengkap artikel saja, bukan menjadi bahasa utama penulisan artikel. Demikian yang ditulis oleh panitia di web blog Djarum Black Blog Competition di dalam Syarat dan Ketentuan poin ke empat. Hal ini patut dihargai, meski masih ada sedikiiit sekali kekurangan, yaitu kelupaan mengganti atau mencari padanan kata konten (isi, kandungan) dalam kalimat tersebut.

Ah, cuma begitu doank kok ribut sih… celetuk seorang teman. Betul juga dia, yang penting kan dalam lomba tersebut mengutamakan penggunaan Bahasa Indonesia. Meskipun lagi-lagi di dalam latar belakang lomba ada dua poin yang juga belum dicari padanan katanya:
Untuk menemukan generasi baru yang lebih expressive, speak up their opinion, care to their surroundings, and creative. Diteruskan dengan poin kedua: Bloging sudah menjadi Lifestyle.

Di antara banyak kealpaan tersebut, yang jelas Kompetisi Blog Djarum Black (baca: Djarum Black Blog Competition) ini merupakan salah satu unsur pendukung berkembangnya Bahasa Indonesia, terutama di dalam dunia per-blog-an. Justru harapannya setelah panitia membaca tulisan ini, yang juga sekaligus diikutsertakan dalam kompetisi, ke depannya kerancuan berbahasa tersebut akan lebih diperhatikan.

Salut untuk Djarum Black! Perusahaan ini memang sangat memperhatikan potensi kaum muda Indonesia. Terbukti mereka juga sukses dalam penyelenggaraan Blackinnovationawards setiap tahunnya. Lomba blog kali ini tentunya bertujuan untuk memunculkan potensi blogger Indonesia. Siapa tahu dari para peserta ada yang bisa menghasilkan sesuatu hal baru yang dapat berguna bagi banyak orang, seperti apa yang sudah dicapai dalam Blackinnovationawards.

Keep blogging! Eh, salah… maksudnya… ayo terus nge-blog!
:D

Apa Kabar PEMAKAI Bahasa Indonesia?

3 Februari 2009

logowp-batik21

Matt Mullenweg, nama ini bagi para Wordpress-mania tentu sudah tak asing lagi. Ya, dia lah pendiri penyedia blog gratisan Wordpress. Umurnya baru 25 tahun, tapi fasilitas blog gratisannya sungguh hebat karena hingga tahun lalu saja sudah 230 juta pengakses dengan jumlah posting 4 juta perbulan. Model blognya banyak dijadikan dasar layanan penyedia blog lain, contohnya di Indonesia oleh Blogdetik dan dagdigdug.


Lantas apa hubungannya Matt dengan blog yang membahas tentang Bahasa Indonesia? Ternyata kedatangan dia di Indonesia pada bulan Januari 2009 kemarin adalah untuk menjadi pembicara pada acara Word-Camp di Jakarta. Kenapa dia mau datang ke Jakarta? Karena ia menghargai Indonesia disebabkan bahasa ketiga terbesar para pengguna Wordpress adalah bahasa Indonesia, setelah bahasa Spanyol dan tentunya bahasa Inggris di urutan pertama.

Menurut Situs Alexa, tercatat sudah 280.000, atau bahkan lebih, blog Wordpress yang pakai bahasa Indonesia! Melihat kenyataan ini, masihkah kita meragukan kesaktian bahasa Indonesia? Masihkah bahasa persatuan ini dianggap sebagai bahasa kelas dua setelah english atau bahasa asing lain? Masihkah bahasa kita dianggap kurang keren?

Apa kabar pemakai bahasa Indonesia? Masih belum menghargai bahasanya sendiri nih…?
:D

Apa kabar Bahasa Indonesia (-nya Obama)?

[28 Januari 2009]


 "Selamat siang, bapak!"

"Terima kasih, apa kabar?"

Demikian penggalan kalimat Bahasa Indonesia yang diucapkan oleh Charles Silver, yang spontan dijawab juga dengan Bahasa Indonesia oleh Presiden Barrack Obama. Kejadian sapa-menyapa ini berlangsung ketika Obama melakukan kunjungan ramah-tamah ke Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.

Selanjutnya Obama dengan bahasa Inggris memuji kefasihan berbahasa Indonesia mantan konselor di Jakarta itu. Apa yang bisa dijadikan pelajaran dari peristiwa spontan itu, yang ternyata juga menarik perhatian media di AS sana? Ternyata Bahasa Indonesia memiliki tempat istimewa di diri Obama dan juga tentunya bagi Charles.

Bahasa Indonesia terbukti tidak hilang begitu saja dari memori presiden AS pertama Afro-Amerika itu. Bahkan dengan cerdiknya, seorang diplomat senior berhasil menjadikan Bahasa Indonesia sebagai cara jitu guna menarik perhatian dirinya, bahkan berhasil mencuri perhatian media masa internasional.

Yaa, sapa tau presiden mau ngangkat gue jadi wakilnya Hillary, sukur-sukur diangkat jadi utusan khusus untuk Asia-Pasifik, mungkin begitu kira-kira pikiran dan harapan Charles Silver yang pernah tinggal 7 tahun di Indonesia. Jika ternyata mimpinya itu terwujud, dia pasti akan sangat berterima kasih kepada guru Bahasa Indonesianya dahulu.

Di saat Bahasa Indonesia yang saat ini sedang mengalami krisis identitas karena banyaknya anak-anak kita yang lebih piawai ber-english-ria ketimbang berbahasa ibunya akibat belajar di sekolah borjuis dengan kurikulum internasional. Munculnya sepatah-duapatah kata Bahasa Indonesia di pusat perhatian dunia (baca: Amerika Serikat), cukup memberi angin segar akan eksistensi bahasa kita.

Noh, presiden dunie aje kagak malu pake bahase Indonesie, masak kite-kite malah bangge pake bahase die?? Dunie emang udeh kebolak-balik! seru Mat Peci, seorang jawara di kampung Bojong di pinggiran Jakarta. Meski Mat Peci tidak punya wewenang ilmiah dalam menganalisa pemakaian bahasa, tapi rasanya komen spontannya patut direnungkan. Jangan sampai di masa depan anak-anak kita tak lagi bisa berbahasa Indonesia dan hanya bisa berkata, Apa kabar Bahasa Indonesia? [b\w]

KBBI juga (buatan) manusia…

Pengasuh pondok bahasa ini belum sempet nulis, jadi lagi-lagi cuma ngambil dari harian Kompas, terbitan Jumat 23 januari 2009, halaman 15, mengenai terbitnya Kamus Besar Bahasa Indonesia versi terbaru yang ternyata juga ada sedikit kejanggalan (kalau tidak mau dibilang kesalahan), silakan simak…
kamus baru

Pudarnya Pesona Bahasa Indonesia

Tulisan tentang Bahasa Indonesia di harian Kompas terbitan Senin, 12 Januari 2009, halaman 14.
pudarnya pesona bahasa Indonesia

SECURITI

7 - 1 - 2009
 
pintu darurat

DILARANG KERAS MEMBUKA PINTU EMERGENCY EXIT
Kecuali Dalam Keadaan Darurat atau Izin Securiti


Sungguh indah hidup di negeri Indonesia ini, kita bisa bebas melakukan apa saja tanpa merasa bersalah, tanpa ada yang mengawasi jika kita melakukan kesalahan, tanpa ada sangsi sanksi apa pun jika kesalahan itu tetap dilakukan. Tentunya termasuk dalam menggunakan kalimat campuran dalam berbahasa.

Lihat peringatan di sebuah gedung di kawasan SCBD Jakarta ini, sudah menggunakan bahasa campuran, salah pula menuliskan kata campurannya (securiti? Kenapa nggak sekalian aja sekuriti, atau semrikiti? Hehehe…).

Yuk kita coba tulis dengan Bahasa Indonesia, kira-kira jadi aneh nggak ya?

DILARANG KERAS MEMBUKA PINTU KELUAR DARURAT
Kecuali Dalam Keadaan Darurat atau Izin Petugas Keamanan


Masih enak dibaca kan? Sebagai orang Indonesia seharusnya jangan malas mencari padanan kata bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia, jika malas akibatnya jadi begini deh… salah tulis…

'Rp' itu Bukan Singkatan!

Bahasa Indonesia sesungguhnya adalah bahasa yang mudah dipelajari dan mudah dipakai. Buktinya hingga saat ini digunakan oleh lebih dari 100 juta orang, paling tidak di Nusantara ini, belum lagi orang asing yang makin banyak berbahasa Indonesia dengan lancar. Namun sayangnya banyak dari kita yang kurang peduli terhadap aturan mainnya, terutama dalam penggunaan tanda baca. Contohnya beberapa iklan di bawah ini yang tayang di sebuah harian nasional.
-

Rp sebagai penanda mata uang rupiah sesungguhnya telah menjadi lambang bukan lagi singkatan seperti layaknya: dsb. dll. tsb. yang memang punya kewajiban diikuti titik, dengan begitu Rp tidak lagi menggunakan titik di belakangnya. Seperti halnya lambang dolar ($) atau Yen Jepang () penggunaannya adalah tanpa titik. Sedangkan untuk ‘koma strip’ seharusnya diganti dengan ‘koma nol nol’, misalnya Rp 1.000,00 yang menandakan tidak ada tambahan sesenpun. Atau boleh lah dalam bahasa iklan menjadi Rp 1000/ekor, lebih ringkas, kan?
-

Penulisan koma di belakang angka adalah guna mengakhiri keberadaan angka besar/angka utama. Misalnya seperti contoh yang sudah ditulis tadi di atas. Jadi tidak salah jika kita membaca iklan tersebut menjadi hanya untuk 7 (tempat duduk) bukan “7 ribu tempat duduk”. Selama iklan tersebut memakai Bahasa Indonesia, bukankah aturan per-angka-an-nya juga seharusnya mengikutinya? Mentang-mentang harga tiketnya pakai dolar menyebut jumlah tempat duduk jadi ikutan aturan US English…?
-

Untuk contoh yang terakhir ini, tidak berhubungan dengan angka, tapi masih seputar tanda baca. Bagusnya dalam menuliskan diperpanjang dan dilakukan tidak menjadi di perpanjang dan di lakukan, tapi penulisan singkatan sampai dengan seperti kembali ke jaman dahulu kala. Ini juga kasus yang banyak sekali terjadi di dalam penulisan iklan kita. Jarang sekali ditemukan penulisan singkat sampai dengan seperti yang seharusnya: s.d. bukan lagi s/d. Entah mengapa hal ini selalu terjadi…

Polisi Bahasa?

21 Desember 2008

Apa yang ada di pikiran jika kita mendengar kata polisi? Kebanyakan pasti berpikir masalah tilang, pelanggaran lalu-lintas, kriminalitas, dan yang berhubungan dengan penegakkan hukum. Tapi apa yang Anda pikirkan jika mendengar kata polisi bahasa?

Itulah yang ditulis oleh nonadita di kolom blogger terpilih yang ada di dagdigdug.com. Polisi bahasa di sini tentunya merujuk kepada blog yang sedang Anda buka ini, mungkin karena isinya yang selalu membahas tentang masalah pemakaian bahasa, termasuk pemakaian yang tidak tepat, sehingga dianggap sebagai tindakan pemolisian bahasa.

Polisi sendiri dalam bahasa inggris disebut police. Bahasa Indonesia mengadaptasi penyebutan bahasa penjajah Belanda: politie, sehingga di lidah inlander keluarnya jadi polisi. Menurut KBBI Daring, polisi adalah: 1 badan pemerintah yg bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yg melanggar undang-undang dsb); 2 anggota badan pemerintah (pegawai negara yg bertugas menjaga keamanan dsb).

KBBI Daring juga menuliskan beberapa contoh penempatan katanya antara lain: polisi ekonomi polisi yg mengamati pelanggaran aturan yg mengenai perekonomian; polisi lalu lintas polisi yg memelihara keamanan dan keselamatan lalu lintas; polisi militer anggota tentara yg menjalankan tugas selaku polisi untuk menjaga ketertiban atau disiplin anggota tentara yg lain.

Kalo polisi bahasa mungkin bisa berarti polisi yang mengamati pelanggaran aturan mengenai pemakaian bahasa, atau polisi yg memelihara keamanan dan keselamatan berbahasa Indonesia? Entahlah, yang jelas di dalam struktur pemerintahan tidak ada (atau belum?) yang namanya polisi untuk mengawasi pemakaian berbahasa, ngawasin rakyat aja masih bingung…
Mungkin agak berlebihan jika blog ini dibilang sebagai polisi bahasa. Karena tidak ada pengawasan dalam pemakaian bahasa Indonesia di negeri ini, apalagi tuntutan hukum bagi pelanggarnya, seperti yang dilakukan olah polisi beneran. Apa yang ada di Bahasa, please! hanyalah berbagi pengetahuan, pengalaman, dan keprihatinan akan pemakaian bahasa Indonesia, yang dirasa makin hari makin tidak beraturan dan makin tergerus oleh bahasa asing yang bertubi-tubi menghantam tata bahasa kita.

Tapi apapun istilahnya, Bahasa, please! sangat berterimakasih kepada nonadita dan juga paman tyo yang merekomendasikan blog ini. Karena dengan begitu, Bahasa, please! jadi bisa lebih dikenal, sehingga bisa lebih menyebarkan kesadaran berbahasa Indonesia yang baik, dan bisa bermanfaat bagi lebih banyak orang, terutama yang peduli terhadap bahasa Indonesia. Terima kasih juga untuk Anda, yang sedang membaca blog ini, karena telah mencintai Bahasa Indonesia. :)

*karena dagdigdug.com sudah almarhum, maka tulisan wawancara tsb bisa dilihat di sini: http://benemenulis.blogspot.com/2012/11/polisi-bahasa.html

Akibat Pergaulan (berbahasa) Bebas


melet bendera

Sebuah taksi meluncur dari Cawang menuju arah Semanggi. Ketika baru saja melewati perempatan Pancoran, sang penumpang meminta supir taksi untuk berbalik arah,
Pak, nanti mutar di kuningan, kita ke Hero situ..

Namun apa yang terjadi? Setelah melewati lampu merah Kuningan, ternyata dia berbelok ke Jalan Rasuna Said arah Menteng! Tak ayal wanita penumpangnya marah-marah. Dengan santainya pengemudi taksi itu bilang,
Lho, tadi kan mbak nyuruhnya mutar Kuningan, sekarang ini kan di Kuningan
Menurut pak taksi itu, kata mutar yang asal katanya putar, rupanya sama dengan kata belok! Padahal maksud si penumpang adalah berbalik arah

Seorang pilot taksi memang tidak perlu membawa Kamus Besar Bahasa Indonesia (kecuali ada penumpangnya yang tak sengaja meninggalkannya di dalam taksi), namun paling tidak jika ia memang seorang warga negara Indonesia, haruslah bisa berbahasa Indonesia dengan benar. Dalam kasus ini, penggunaan kata mutar atau muter sebagai bahasa lisan sudah baik. Tapi ternyata mengartikannya yang tidak benar.

Contoh berikut tak kalah memprihatinkan. Seorang reporter sebuah televisi berita terkenal di Indonesia, memberikan laporan langsung dalam rangka hari besar umat Islam,
Warga yang beragama muslim, sejak pagi telah memadati masjid..

Beragama muslim? Kayaknya semua juga tahu, penyebutan agama adalah Islam, sedangkan pemeluknya disebut muslim. Jangan-jangan ia juga tidak tahu penyebutan umat kristiani untuk para pemeluk agama Kristen?

Ada yang bilang, di Indonesia tidak diajarkan dari kecil untuk memakai bahasa Indonesia dengan benar dan baik. Di sekolah hanya diajarkan teori-teori yang membosankan, tidak sampai diajarkan bagaimana menggunakan kalimat lisan dan tulisan.

Sekarang malah gawat, banyak sekolah swasta yang mengaku berbasis kurikulum internasional mengajarkan bahasa Inggris dari kecil, sekali pun sekolahnya terletak di tengah perkampungan padat di Indonesia. Bahasa Indonesia jadi seperti nomor dua!

Padahal, seseorang akan dapat menguasai bahasa asing lebih baik, jika mereka lebih dahulu menguasai dengan baik pula bahasa yang dipakai sehari-hari dalam kehidupannya. Jika tidak, maka kasus-kasus seperti yang diceritakan tadi akan makin sering terjadi.

Kita memang wajib mengetahui bahkan menguasai bahasa asing, tapi sebaiknya menguasai lebih dulu bahasa wajib kita sendiri. Jika kita membiarkan anak-anak kita bergaul bebas dengan bahasa asing sejak piyik tanpa lebih dahulu memperkuat landasan bahasa Indonesianya, jangan salahkan bunda mengandung jika besar nanti ngomongnya ngaco. :D [b\w]

Jam 1 Pagi atau Jam 1 Malam?

Jam 1 pagi atau jam 1 malam?

"Halo, selamat malam."
"Selamat pagi, sekarang sudah jam 1 lho pak, sudah pagi..."

Begitulah penggalan dialog antara seorang penyiar sebuah acara siaran langsung di sebuah televisi swasta, dengan salah seorang pemirsanya yang berhasil menelpon ke studio tv tersebut. Jam menunjukkan pukul 01.00 Waktu Indonesia Barat, dini hari!

Bagaimana seharusnya kita mengucap salam di saat itu. Selamat malam, ataukah selamat pagi? Mungkin kita lihat dulu penyebutan 12 jam sebelumnya, yaitu ketika waktu menunjukkan pukul 13.00, orang sudah pasti akan bilang selamat siang… Lawan dari siang adalah malam, jadi sebaiknya ketika sampai pada jam 01.00, salam yang diucapkan adalah selamat malam bukan?

Waktu terus bergulir, sampailah di angka 03.00, sehingga ucapan yang keluar sudah pasti selamat pagi tak mungkin masih selamat malam. Kita lihat lagi waktu yang berlawanan, pukul 15.00 orang akan menyebutnya jam 3 sore. Ini tepat, karena lawan dari sore adalah pagi.

Jika melihat teori berlawanan tadi, sudah seharusnya ucapan di saat jam 01.00 menjadi selamat malam meskipun hari itu secara resmi sudah berganti dari hari sebelumnya. Tapi bagaimana dengan jam malam yang lain, misalnya pukul 19.00. Jika kita lihat waktu yang berlawanannya adalah jam 07.00 pagi! Tidak mungkin kita bilang jam 7 siang, padahal lawannya jam 19.00 disebut jam 7 malam?

Untuk di negara tropis dengan dua musim, ini memang jadi masalah. Tapi jika di negara sub-tropik dengan empat musim, jam 19.00 belumlah gelap jika waktu musim panas. Ini berarti jam 19.00 masih bisa dibilang jam 7 sore berlawanan dengan jam 07.00 yang pagi. Bahasa Inggris pun masih menggunakan evening untuk waktu tanggung ini. Baru akan menggunakan good night kira-kira setelah lewat jam 21.00 atau jika akan pergi tidur.

Kembali ke salam di tengah malam, bagaimana jika kita bilang selamat dini hari untuk waktu yang menunjukkan jam 24.00 sampai 02.30. karena memang saat itulah awal hari dimulai, alias dini. Penyiar di atas tadi harusnya tidak boleh langsung menyalahkan penelponnya.

Halo, selamat dini hari mas
Dini sama Hari sudah pulang dari tadi pak, soalnya sekarang sudah jam 1 pagi, eh.. malam, eh.. pagi.. malam…
:D

Bahasa Campur-Aduk

26 November 2008

foreverkartuas.jpg

Perhatikan pemakaian bahasa pada iklan di atas. Salah satu contoh iklan yang susunan tata bahasa Indonesia-nya dibuat runyam tanpa beban. Sejak kapan kata forever masuk dalam kosa kata bahasa Indonesia? Kalau pun harus masuk dalam rangkaian kalimat, sudah seharusnya ditulis miring (italic). Alasannya pasti tak jauh dari stopping power lah, menarik perhatian lah, sesuai dengan gaya anak muda jaman sekarang, yang penting pesennya nyampe, belum pernah ada yang pake, dan beribu alasan kreatif lain (silakan ditambah sendiri).
.
iklan-doughnuts.jpg

Kebalikannya dengan iklan produk dari luar ini. Meskipun ketika menyebut nama mereknya terasa janggal di lidah, tapi justru beriklan dengan bahasa Indonesia yang baik. Cukup ironis jika kita bandingkan dengan iklan produk lokal sebelumnya yang keminggris. Memang sih tetap ada sedikit pelanggaran di kata doughnuts yang tidak ditulis miring, tapi sepertinya hal itu bisa termaafkan karena tidak dijadikan headline atau sub-headline (bahkan juga tagline). Minimal teman-teman warga asing atau anak-anak kita yang belajar Bahasa Indonesia di sekolah tidak dibuat bingung dengan susunan tata bahasa yang aneh.
.
iklan-metro.jpg

Mungkin lebih baik sekalian saja seperti ini, iklan merek luar yang beriklan dengan bahasa asing seluruhnya. Meskipun dimuat di media lokal, tapi paling tidak iklan ini tidak memberi contoh yang buruk dalam berbahasa Indonesia. Perkara pesannya sampai atau tidak ke pembaca yang bukan berbahasa Inggris itu masalah lain.

Kasihan anak-anak kita jika ada iklan campur-aduk seperti di contoh pertama. Mereka akan makin bingung dicekoki bahasanya sendiri yang babak belur dimasuki bahasa asing dengan semena-mena. Entah bagaimana jika mereka besar nanti dalam menyikapi bahasa nasionalnya sendiri yang seharusnya dapat menjadi salah satu kebanggaan bangsa. (b\w)

Bahasa Indonesia Bisa Jadi Bahasa Internasional

dari Republika online
By Republika Contributor

Selasa, 25 November 2008 pukul 15:14:00

MEDAN– Bahasa Indonesia yang juga merupakan sebagai jati diri bangsa Indonesia bisa menjadi bahasa internasional seperti bahasa Inggris, Spanyol, Perancis dan China, karena sudah dipelajari para murid di puluhan negara.

Kepala Balai Bahasa Medan (BBM), Prof. Amrin Saragih mengatakan, dewasa ini Bahasa Indonesia telah dipelajari di 58 negara yang membuktikan bahasa Indonesia siap menjadi bahasa internasional.

“Setidaknya 168 institusi dari 58 negara telah mengajarkan Bahasa Indonesai kepada anak didiknya. Ini mereka lakukan sebagai salah satu upaya untuk menyambut perdagangan bebas tahun 2015,” katanya di Medan, Selasa (25/11).

Selain itu, sebagai bukti bahwa Bahasa Indonesia sangat diminati bangsa asing, kini ada sekitar 700 orang asing datang langsung ke Indonesai untuk memperdalam keahliannya.

Guru Besar Universitas Negeri Medan (Unimed), Prof. Khairil Ansari, mengatakan, Bahasa Indonesia bila dirunut sejarahnya berbeda dengan bahasa-bahasa di negara lain ketika dikukuhkan sebagai bahasa nasional.

Saat ini banyak negara di dunia tidak dapat memilih bahasa yang terdapat di dalam negaranya sendiri untuk diangkat menjadi bahasa nasional, bila dipaksakan akan menjadi arena pertumpahan darah sesama mereka sendiri.

Contoh itu dapat dilihat di India, Filipina, Somalia dan negara di Afrika lainnya yang tidak menjadikan bahasa dari negaranya menjadi bahasa nasional, yang pada akhirnya memilih beberapa bahasa yang pemakainya lebih banyak menjadi bahasa resmi di negaranya.

Bahkan ada juga yang langsung memilih bahasa Inggris, Prancis dan Spanyol menjadi bahasa nasionalnya karena kesulitan memilih bahasa yang terdapat di negerinya akibat tidak adanya kesepakatan diantara mereka sendiri.

Melihat perjalanan sejarah yang sangat unik ini, sepantasnya masyarakat Indonesia berbangga hati dan mencintai bahasa Indonesia sebagai bagian yang melekat pada dirinya. (ant/ri)

Kata Kuncian Dari Komedian

Suka tidak suka, ternyata banyak iklan yang sukses diingat pemirsa, pendengar, atau pembaca, karena menggunakan kata-kata yang diciptakan menjadi keyword oleh para pelawak. Tukul Riyanto alias Tukul Arwana adalah fenomena salah satu komedian yang jargonnya dipakai sebagai kunci kata (kalau pakai kata kunci takut larinya malah ke password, bukannya keyword) terutama dalam iklan televisi.

Ngomongin soal keyword, tak banyak yang bisa menjelaskan tentang gabungan kata ini. Kalau sabda Wikipedia, keyword advertising refers to any advertising that is linked to specific words or phrases. Kalau tulis Kamus Encarta-nya Microsoft (Encarta World English Dictionary 1999 Microsoft Corporation) malah mengartikan key-word erat hubungannya dengan komputer. Begitu juga jika kita cari artinya di kamus Oxford: a word used in a computer system to indicate the content of a document (Colour Oxford English Dictionary 2006 Oxford University Press).

Jadi bagaimana jika kunci kata kita ganti jadi kata kuncian? Kalo nggak salah dalam salah satu permainan kartu ada istilah kuncian, yaitu kartu andalan yang biasanya dikeluarkan belakangan untuk menutup seluruh permainan sehingga kemenangan ada di tangan pemilik kartu kuncian tersebut. Dalam iklan tentunya berfungsi untuk mengunci pikiran konsumen agar ingat iklan tersebut guna kemenangan si pengiklan, yang berarti mereknya ada di top of mind konsumen, sehingga minimal bisa menghasilkan impulse buying.

Kembali ke keyword. Seiring dengan makin berkibarnya karir mas Tukul, hampir semua bahasa khas yang keluar dari mulut monyo… eh maaf, maksudnya mulut maju-nya itu laku keras dipakai oleh bermacam produk sebagai kata kuncian. Mulai dari puas, puas?! untuk produk jamu kuat pria, hingga tak sobek-sobek yang diambil oleh produk cat tembok, membuat produk-produk tersebut puas beriklan.

Sebelum Tukul katro Arwana jadi fenomena, ternyata beberapa komedian lain telah lebih dahulu berhasil menjadikan bahasa mereka sebagai kata kuncian, diantaranya adalah almarhum Basuki dengan …wes ewes ewes bablas angine! yang sukses mengantar sebuah produk jamu instan memasuki benak konsumen.

Jaman dulu juga ada sebuah produk sarung dengan talent seorang pelawak senior yang juga sudah awarahum, Asmuni, untuk menjadi model iklannya, dan mengantar iklan tersebut ke benak konsumen dengan kata: wasalam yang merupakan ciri khas almarhum Asmuni (selain kata-kata hil-hil yang mustahal, musyawaroh, dan awarahum). Konon kabarnya angka penjualan sarung tersebut meningkat sejak munculnya iklan dengan kata kuncian tersebut.

Kreativitas mengutak-atik kata para pelawak itu patut diacungi jempol, karena beberapa telah terbukti berhasil mengangkat pamor merek yang mereka bintangi. Namun iklan dengan super talent plus jargon yang kuat bisa jadi bumerang juga. Jangan sampai konsumen akan lebih ingat Tukul berkata kolor! untuk sebuah produk pewarna rambut, tapi kita tidak ingat apa mereknya. Miliaran rupiah sudah habis untuk bayar seleb yang lagi naik daun, tapi produknya tak kunjung laku, jadinya malah wasalam… :) [b\w]

tukul-jamu.jpg

keminggris

kbbismilex.jpg
Membaca liputan mingguan di Kompas yang membahas tentang orang-orang Indonesia yang sukses belajar hingga bekerja di negeri orang. Mereka yang sebenarnya juga TKI (Tenaga Kerja Indonesia), namun berada di strata yang lebih beruntung alias bekerja di luar negeri tapi bukan sebagai pekerja kasar.

Salah satunya adalah kisah Arief Budiman -kakak kandung dari tokoh mahasiswa yang kisahnya sukses difilmkan: Soe Hok Gie- yang telah puluhan tahun hidup di luar Indonesia, dan kini menjadi pengajar di sebuah universitas di Australia.

Apa yang menarik dari Arief untuk dibahas di sini? Sebagai manusia yang mungkin mimpinya pun berbahasa Inggris, ia tetap lebih memilih berbahasa Indonesia jika harus bercakap-cakap dengan sesama orang Indonesia. Rasanya nikmat sekali jika saya bisa bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia, ujar dosen Satya Wacana ini.

Ternyata suami psikolog Leila CH Budiman ini tidak sendiri. Sebagian besar orang Indonesia yang telah lama tinggal di luar negeri, ataupun yang terbiasa menggunakan bahasa negara setempat, tetap merindukan berbahasa Indonesia karena merasa lebih nikmat.

Sayangnya kerinduan dan kenikmatan berbahasa Indonesia ini tidak dirasakan oleh para produsen bangsa kita. Ini terlihat dari masih banyak yang menganggap pemakaian bahasa Inggris dalam iklan mereka akan dapat meningkatkan citra merek dari produk yang diiklankan. Termasuk juga yang menganggap dengan nge-english akan dapat mengubah kelas target market dari B ke A. Ini isyu lama sih, tapi masih tetap relevan untuk terus diperbincangkan.

Orang kita saat ini lebih banyak yang ngomong pake bahasa Inggris, bahkan ABG aja sekarang juga sudah pada keminggris (baca: sok-sokan berbahasa Inggris), menurut seorang praktisi iklan. Jika keadaannya seperti itu, apakah wajar iklan yang keluar jadinya akan berbahasa Inggris, sekalipun produknya bersifat sangat lokal, iklannya sangat bermuatan lokal (local content), dan ditujukan untuk 100% orang Indonesia, di wilayah Indonesia pula?

Jika melihat kerinduan orang-orang seperti Arief Budiman yang lama tinggal di negeri orang akan bahasa Indonesia, tampaknya ke-english-an iklan lokal tersebut bisa jadi salah kostum jika ditayangkan di wilayah lokal.

Kesuksesan iklan dari Jepang dan Thailand dalam memenangkan award internasional justru karena kelokalannya, sudah tentu termasuk bahasanya. Dengan kelokalan yang kental, banyak keunikan dan kelucuan yang bisa didapat. Penanda yang paling terlihat dari sebuah kelokalan apalagi jika bukan dari bahasanya.

Bahasa menunjukkan bangsa, kata pepatah. Sudah saatnya para pemilik produk jangan lagi ragu akan produk unik mereka yang sangat kedaerahan. Tak ada salahnya bikin iklan pake bahasa daerah, asalkan sesuai dengan target konsumennya. [b\w]

Naskah SOEMPAH PEMOEDA

merput.jpg
.
SOEMPAH PEMOEDA

KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA

Djakarta, 28 Oktober 1928

Dengan memakai Bahasa Indonesia, berarti kita juga menghormati para pahlawan bangsa yang telah berkorban memperjuangkan negara ini.

Mohon maaf lahir batin (tanpa “h”)

Mana yang benar Ramadhan atau Ramadan? Mohon maaf lahir bathin atau batin???
Memang secara tata bahasa Indonesia cukup ditulis tanpa 'h', tapi bagaimana pun menulisnya, tentu tidak mengurangi makna dan tujuannya, kan? Paling penting lagi adalah ketulusan si penulis atau pengirim ucapannya…

Selamat Lebaran, segala khilaf mohon dimaafkan :) 

menujukesucian2.jpg

Belajar bikin kepala garis dari Pos Kota & Kompas

WARGA: PLN KEJAM! Itulah headline yang ditulis Pos Kota awal Juli lalu, tentang ulah semena-mena oknum PLN membongkar meteran listrik dan meminta uang warga. Gaya (bahasa) disfemisme memang sejak dulu sudah menjadi ciri khas media beroplah sekitar 300 ribu eksemplar ini, selain sangat terang-terangan, gamblang, blak-blakan, juga hampir setiap kepala beritanya tampil dengan huruf full kapital.

Kontras dengan apa yang ditulis oleh Kompas di hari yang sama. Meski juga mengangkat sepak terjang pelayanan publik, namun koran yang pertama kali terbit 28 Juni 1965 ini lebih memilih membahas ketidakjelasan ketentuan izin usaha, dengan headline: Meniadakan Daerah Abu-abu. Sungguh metafora yang manis, bukan?

poskotalogo.jpg

Sebagai media yang sudah berakar kuat di masyarakat, Pos Kota dan Kompas memang sangat piawai menemukan insight pembacanya masing-masing. Secara produk satu sama lain punya keistimewaan tersendiri, tidak bisa dikomparasi plek-ketiplek apple to apple, karena jelas dari pemilihan jenis berita saja sudah tak sama. Jika pun ada berita sejenis yang sama-sama dijadikan headline, gaya penulisannya pasti akan berbeda.

Lihat, apa yang mereka tulis ketika sama-sama meng-headline-kan berita tentang kekalahan tim nasional sepakbola Indonesia pada dua pertandingan Grup D Piala Asia, bulan Juli lalu.

Ketika usai melawan Arab Saudi, Kompas pada 14 Juli 2007 menulis dengan elegan: Kalah dengan Kepala Tegak, dan masih berkompromi dengan menaruh kalimat harapan sebagai subheadline-nya: Peluang Indonesia Belum Habis. Pernyataan adem-ayem yang aman terkendali, sesuai dengan kepribadian konsumennya yang selalu mendambakan atau bahkan sudah menikmati kemapanan.
Bagaimana dengan Pos Kota? WASIT DIKUTUK! Sebuah headline yang sangat insightfull, mengingat sebagian pembaca koran yang berdiri tahun 1970 ini, adalah mereka yang ada di wilayah keras, tak mau kalah, sehingga malah menyalahkan wasit yang dianggap memihak tim lawan.

kompaslogo.jpg

Indonesia Belum Jadi Elite Asia. Lagi-lagi Kompas menuliskan headline bergaya ironi lembut untuk memberitakan kegagalan timnas Indonesia melawan Korsel, lima hari setelah kalah dengan kepala tegak. Sebaliknya Pos Kota lebih memilih sudut pandang yang nyeleneh untuk berita yang sama: SBY TAK BAWA HOKI, subheadline: 2 X NONTON 2 X KALAH. Benar-benar headline yang merefleksikan karakter segmen pembacanya.

Dari perbedaan signifikan itulah, kembali menyadarkan kita bahwa setiap produk punya konsumennya sendiri, dan sangat penting untuk mengenalinya lebih jauh sebelum merangkai k
ata guna mencuri perhatian mereka. Jika saat ini Anda sedang puyeng dikejar garis mati untuk membuat sebuah kepala garis yang pas? Silakan cari kedua koran laris ini, siapa tahu kalimat-kalimat sakti mereka bisa menjadi inspirator yang jitu. Selamat ber-headline-ria!

[ditulis dan dimuat pada bulan Agustus 2007]

Kirakira apa yang perlu di koreksikan dari judul ini ?

Ada sebuah rumah-toko di Jakarta Selatan yang di bagian depan terpampang spanduk besar bertuliskan:
DISEWA
EDY
08123456789

tentu maksudnya ruko ini sedang ditawarkan untuk disewakan, yang berminat harap menghubungi Edy di nomor ponsel yang tertera di bawahnya.
Ayah, kenapa sih om Edy itu sombong sekali? Mentang-mentang bisa nyewa toko terus pasang tulisan gede-gede, ada nomor hape-nya lagi, ujar seorang anak yang dibonceng ayahnya ketika motor mereka berhenti di depan ruko yang disewa tersebut. Si kecil benar jika menginterpretasikan kalimat itu menjadi ruko ini disewa oleh Edy karena memang itulah artinya, meskipun maksud pemasangnya tentu bukan begitu.
Agaknya pak Edy terpengaruh dengan kalimat DIJUAL dan berasumsi bahwa jika menjual memakai kata dijual, maka jika menyewakan memakai DISEWA. Ia melupakan kaidah berbahasa dan tidak memedulikan sufiks akhiran kan yang berperan besar dalam membentuk arti sebuah kata. Rasakan saja perbedaannya jika ia menuliskannya seperti ini:

DISEWAKAN
EDY
08123456789

Iklan atau promosi memang punya gaya bahasa atau majas tersendiri yang biasa disebut gaya bahasa iklan. Gaya bahasa ini tentunya tak harus dikuasai oleh para advertiser, karena di bagian kreatif pembuat iklan sudah ada yang bertugas mengolah bahasa produsen menjadi bahasa iklan. Sekalipun biro iklan punya ahli bahasa, namun sebaiknya juga pihak pengiklan (baca: klien) jangan melupakan kaidah berbahasa yang benar.
Contohnya masih ada iklan yang memakai titik di belakang lambang rupiah (Rp.100) hanya karena klien merasa tidak sreg jika tanpa titik (padahal Rp sudah jadi lambang, bukan singkatan). Ada juga yang mengira bahwa penulisan bulan November adalah bukan bahasa Indonesia, sehingga minta diganti jadi Nopember. Atau kasus spasi terhadap tanda seru, atau tanda tanya (Kok bisa ?). Lebih memilih memakai s/d untuk mengganti kata majemuk sampai dengan, daripada memakai s.d. dengan alasan Biasanya begitu!.
Menulis dalam bahasa Indonesia ternyata tidak semudah menggunakannya dalam percakapan sehari-hari. Perlu dibedakan antara bahasa lisan dan tulisan, antara resmi dan tidak resmi. Sayangnya pembagian bahasa seperti itu tidak diperkenalkan sejak dini. Sekarang mah boro-boro, malahan banyak sekolah yang bangga murid-muridnya lebih menguasai bahasa asing dibanding mengerti bahasa sendiri. Jika begitu, kira-kira bisa nggak mereka mengoreksi kalimat judul di atas? [b/w]

Banjir iklan, iklan banjir

Banjir. Sebuah kata yang sedang naik daun. Pamornya mulai mengalahkan kata korupsi, atau mungkin mulai menenggelamkan kata-kata Adam Air yang sebelumnya juga banyak disebut-sebut karena diduga tenggelam. Sungguh cerdik si banjir memilih cara untuk menegaskan eksistensi dirinya, yaitu dengan mendatangi hampir seluruh wilayah ibukota RI, sehingga ia meraup kesuksesan luar biasa dan jadi pembicaraan di mana-mana.

Banjir, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), merupakan sebuah kata kerja (verb), yang memiliki arti: berair banyak dan deras, air yang banyak dan mengalir deras, atau peristiwa terbenamnya daratan yang biasanya kering karena volume air yang meningkat. Tapi kata banjir juga merupakan kata kiasan yang berarti datang (ada) banyak sekali dan inilah yang membuat banjir sering dieksploitir menjadi iklan.

Banjir, ternyata bisa juga dipakai untuk memberitahu konsumen bahwa ada hadiah jika beli sebuah produk yang sedang promo: "Banjir hadiah!" Atau "Banjirilah segera!" untuk mengajak konsumen agar berbondong-bondong datang. Dalam hal ini, banjir bersaing ketat dengan saudaranya yaitu kata hujan. 'Hujan hadiah!" masih enak terdengar, tapi jika "Hujanilah segera!" sepertinya agak aneh ya?

Banjir cukup efektif untuk meyakinkan konsumen akan keandalan sebuah produk. Beberapa produk otomotif pernah terang-terangan melakukan gerakan cepat tanggap, yaitu dengan membuat iklan yang memotret keadaan mobil mereka sedang melaju gagah berani membelah banjir. "Makanya beli donk mobil ini, biar nggak susah kalo musim banjir ginii!" begitulah kira-kira iklan tersebut "berteriak" lantang.

Banjir mampu dengan ciamik mengangkat citra perusahaan jadi semakin baik di mata konsumen. Seperti yang waktu itu dilakukan oleh sebuah perusahaan asuransi mobil di kala menjelang musim hujan, yaitu dengan mengeluarkan iklan berisi beberapa tips bagi pemilik kendaraan atau pengemudi untuk menghindari atau menghadapi banjir. Seri iklan berikutnya sungguh membuat konsumen makin jatuh cinta, di mana terlihat petugas mereka sedang menolong kendaraan milik konsumen yang sedang mogok ditengah banjir. Ooh... so sweet, ya?

Banjir punya banyak penggemar. Terbanyak adalah dari kalangan perusahaan properti. Biasanya iklan properti selain menawarkan harga dan fasilitas, juga menempatkan sang banjir pada tempat istimewa di lay-out. Bahkan ada yang mempersilakannya menutupi visual-visual penting dalam iklan tersebut, asalkan banjir selalu berkolaburasi dengan kata-kata lain sehingga menjalin sebuah kalimat wajib: "Lokasi Bebas Banjir!"

Pada musim banjir, iklan-iklan berlatar banjir semakin membanjir, mulai dari iklan sepatu boot, hingga produk sabun kesehatan. Jika dikemas dengan baik, tentunya iklan-iklan (bertema) banjir itu tidak menjadi iklan yang dibenci seperti layaknya musibah banjir. Ayo! Banjirilah ranah iklan ini dengan "iklan banjir" yang baik! Tapi, seperti apa sih "iklan banjir" yang baik? Mungkin bisa ditanyakan pada rumput yang bergoyang, dengan catatan jika rumputnya masih hidup, belum kena banjir! [b\w] (benwal.blogdetik 01/08/2008)


(AdDiction 070307)