Akibat Pergaulan (berbahasa) Bebas


melet bendera

Sebuah taksi meluncur dari Cawang menuju arah Semanggi. Ketika baru saja melewati perempatan Pancoran, sang penumpang meminta supir taksi untuk berbalik arah,
Pak, nanti mutar di kuningan, kita ke Hero situ..

Namun apa yang terjadi? Setelah melewati lampu merah Kuningan, ternyata dia berbelok ke Jalan Rasuna Said arah Menteng! Tak ayal wanita penumpangnya marah-marah. Dengan santainya pengemudi taksi itu bilang,
Lho, tadi kan mbak nyuruhnya mutar Kuningan, sekarang ini kan di Kuningan
Menurut pak taksi itu, kata mutar yang asal katanya putar, rupanya sama dengan kata belok! Padahal maksud si penumpang adalah berbalik arah

Seorang pilot taksi memang tidak perlu membawa Kamus Besar Bahasa Indonesia (kecuali ada penumpangnya yang tak sengaja meninggalkannya di dalam taksi), namun paling tidak jika ia memang seorang warga negara Indonesia, haruslah bisa berbahasa Indonesia dengan benar. Dalam kasus ini, penggunaan kata mutar atau muter sebagai bahasa lisan sudah baik. Tapi ternyata mengartikannya yang tidak benar.

Contoh berikut tak kalah memprihatinkan. Seorang reporter sebuah televisi berita terkenal di Indonesia, memberikan laporan langsung dalam rangka hari besar umat Islam,
Warga yang beragama muslim, sejak pagi telah memadati masjid..

Beragama muslim? Kayaknya semua juga tahu, penyebutan agama adalah Islam, sedangkan pemeluknya disebut muslim. Jangan-jangan ia juga tidak tahu penyebutan umat kristiani untuk para pemeluk agama Kristen?

Ada yang bilang, di Indonesia tidak diajarkan dari kecil untuk memakai bahasa Indonesia dengan benar dan baik. Di sekolah hanya diajarkan teori-teori yang membosankan, tidak sampai diajarkan bagaimana menggunakan kalimat lisan dan tulisan.

Sekarang malah gawat, banyak sekolah swasta yang mengaku berbasis kurikulum internasional mengajarkan bahasa Inggris dari kecil, sekali pun sekolahnya terletak di tengah perkampungan padat di Indonesia. Bahasa Indonesia jadi seperti nomor dua!

Padahal, seseorang akan dapat menguasai bahasa asing lebih baik, jika mereka lebih dahulu menguasai dengan baik pula bahasa yang dipakai sehari-hari dalam kehidupannya. Jika tidak, maka kasus-kasus seperti yang diceritakan tadi akan makin sering terjadi.

Kita memang wajib mengetahui bahkan menguasai bahasa asing, tapi sebaiknya menguasai lebih dulu bahasa wajib kita sendiri. Jika kita membiarkan anak-anak kita bergaul bebas dengan bahasa asing sejak piyik tanpa lebih dahulu memperkuat landasan bahasa Indonesianya, jangan salahkan bunda mengandung jika besar nanti ngomongnya ngaco. :D [b\w]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar