Tema Malam Tahun Baruan dengan Bahasa Asing

30 Desember 2009 

Ada tulisan bagus di Kompas tentang tema-tema yang diangkat untuk acara menyambut tahun baru 2010 

Selamat Tahun Baru 2010!   :D

Tema dengan Bahasa Asing

Dianggap Lebih Berkelas dan Dapat Mendongkrak Gengsi
Selasa, 29 Desember 2009 03:00 WIB

Jakarta, Kompas - Berbagai tema acara ditawarkan hotel dan tempat hiburan untuk menyambut malam pergantian tahun 2009 ke tahun 2010. Sebagian besar dari tema yang dimaksudkan untuk menarik tamu sebanyak-banyaknya itu ditulis dalam bahasa Inggris.

Fenomena ini, antara lain, terlihat di Hotel Gran Melia, Jakarta, yang untuk perayaan pergantian tahun kali ini menawarkan tema Romantic Red Flair.

Humas Hotel Gran Melia, Imuthia Yanindra, Senin (28/12) di Jakarta, mengatakan, pihaknya sengaja mengangkat tema romantis dan diasosiasikan dengan warna merah atau red dalam bahasa Inggris. Kata flair mengacu pada logo Grand Melia yang baru dan saat ini masih diperkenalkan kepada masyarakat, jelas dia. Logo baru hotel itu berupa aksen berwarna merah di atas huruf A pada kata Melia.

Dalam Advanced English-Indonesian Dictionary yang disusun Drs Peter Salim, kata flair diartikan sebagai pengamatan yang tajam atau bakat alam.

Sementara itu, Hotel Borobudur Jakarta tidak menggelar acara yang terpusat di satu ruangan atau mengundang artis pengisi acara. Public Relations Manager Hotel Borobudur Francisca Kansil menjelaskan, pihaknya berusaha menarik tamu dengan menyediakan berbagai permainan untuk anak kecil dengan tarif berkisar Rp 50.000 sekali main.

Namun, setiap restoran di Hotel Borobudur memiliki tema tersendiri dalam merayakan malam pergantian tahun. Contohnya Bogor Cafe yang menawarkan tema Special New Years Eve Buffet atau Bruschetta Italian Restaurant yang mengusung tema New Yorks Eve Set Menu New Yorker Style.

Hotel JW Marriott Surabaya juga memilih tema dengan bahasa asing, yaitu The Spirit of Colours. Hal serupa dilakukan Sheraton Surabaya Hotel & Towers dengan tema Celebrations Are Better When Shared.

Sementara Ancol Taman Impian, Jakarta, untuk merayakan Tahun Baru 2010 kali ini menawarkan tema Explore Your Imagination. Corporate Communications PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk Ni Ketut Sofia Cakti mengatakan, tema itu diperoleh karena sesuai namanya, selama ini Ancol telah mengusung mimpi.

Namun, dalam perayaan Tahun Baru kali ini, kami ingin mengusung tema yang lebih dari sekadar mimpi. Akhirnya ketemu kata imagination, maknanya lebih dalam, ujarnya.

Menurut Sofia, pihaknya sengaja menggunakan bahasa Inggris supaya lebih mengena ke semua golongan masyarakat. Selain itu, penggunaan bahasa Inggris dinilai lebih kreatif, efektif, dan mudah dipahami.

Pakar linguistik bahasa Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Praptomo Barayadi, melihat, pemakaian bahasa Inggris sebagai slogan atau tema perayaan Tahun Baru merupakan bagian dari upaya meningkatkan citra acara tersebut.

Pihak penyelenggara mungkin menilai bahasa Inggris lebih berkelas daripada bahasa Indonesia atau bahasa daerah, ujar Praptomo.

Namun, antropolog Universitas Padjadjaran Bandung, Budi Rajab, berpendapat, kecenderungan penggunaan istilah asing untuk tema acara ini menunjukkan mental bangsa yang rendah diri dan sifat yang mau gampangnya saja.

Penggunaan istilah asing, lanjut Praptomo, sudah berlangsung sejak tahun 1990-an, yaitu ketika globalisasi mulai terasa di berbagai bidang. Awalnya, istilah itu hanya sebatas tren, tetapi kemudian dinilai mampu mendongkrak gengsi penggunanya hingga bertahan sampai sekarang.

Namun, lanjut Praptomo, fenomena pemakaian bahasa asing itu tidak lantas melemahkan posisi bahasa Indonesia. Dia yakin bahasa Indonesia bisa menjadi tren asal ada keberanian dari pengusaha dan media untuk memulai penggunaannya dan pemerintah serius memasyarakatkannya. (WIE/YOP/ACI/ELD)

Tautan: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/29/03001375/tema.dengan.bahasa.asing

Semoga Tulisan Pak Anton Diperhatikan Pemerintah

6 Nov 2009

Meski Kompas sudah sejak awal menggunakan kata ‘Rembuk Nasional’ untuk menggantikan National Summit, tapi belum membahas secara khusus hingga akhirnya pada terbitan Jumat 6 November 2009 khusus dibahas di kolom ‘Bahasa’.

Adalah Anton Moeliono, yang dikenal sangat disiplin dalam soal bahasa (karena dulu penulis sempat menjadi mahasiswa beliau :D), yang akhirnya tergelitik untuk membahasnya. Sejalan dengan yang telah ditulis di blog ini tentang Pelanggaran pasal 28 UU No.24 - 2009 oleh Presiden, pak Anton juga menulis tentang pelanggaran pasal 32 tentang kewajiban penggunaan bahasa Indonesia di forum nasional. Untuk lebih lengkapnya silakan baca tulisannya yang diambil dari sini (situs kompas cetak).

“National Summit”?

Jumat, 6 November 2009 03:20 WIB
 
Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober, yang biasanya kita peringati dengan memperbarui itikad membela Tanah Air, memajukan bangsa, dan mengembangkan bahasa persatuan, tahun ini berbeda corak penghayatannya. Sehari sesudahnya ada musyawarah akbar nasional yang dibuka presiden Indonesia, dihadiri menteri dan pejabat Indonesia.

Pendek kata, wakil semua pemangku kepentingan turut serta dan berjuta-juta warga masyarakat Indonesia jadi saksi lewat media massa. Walaupun tujuannya demi kemajuan Indonesia, pertemuan itu diberi nama Inggris yang perkasa: National Summit 2009. Padahal, pada bulan Juli 2009 oleh presiden yang sama diundangkan Undang-Undang Nomor 24 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Walaupun di dalamnya ada pasal 32 yang mewajibkan pemakaian bahasa Indonesia dalam forum yang bersifat nasional, pelanggaran terhadap pasal itu oleh siapa pun tidak dapat dipidana karena memang tidak ada sanksinya. Jadi, berbeda dengan ketentuan tentang bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan, ketentuan tentang bahasa nasional sekadar macan ompong.

Perlukah diajukan ujian materi ke Mahkamah Konstitusi?

Tambahan lagi, menurut kaidah tata bahasa Inggris yang baku, urutan kata dalam frasa mengikuti hukum M-D, bukan D-M. Bentuknya yang tepat: (The) 2009 National Summit. Banyak rakyat biasa yang tahu arti national, tetapi tidak dapat menebak makna summit. Untuk menguji dugaan saya, saya tanya sopir saya, Asep. Tanggapannya tidak mencengangkan, Kalau arti sumpit saya tahu, Pak, tetapi arti summit saya tidak tahu. Apa masih ada hubungan dengan Sumitomo?

Karena jadi guru, saya merasa perlu menjelaskan berbagai makna kata summit kepadanya. Pertama, summit mengacu ke puncak gunung. Kedua, secara kias kata itu menunjuk ke titik atau capaian yang tertinggi; misalnya, puncak karier, puncak prestasi. Ketiga, kata summit merujuk ke pertemuan internasional sekumpulan kepala pemerintah, atau wakilnya, yang membahas perkara penting seperti perdamaian, perdagangan dan ekonomi dunia.

Seandainya kita kembali melaksanakan pasal 36 undang-undang dasar kita, seturut sumpah jabatan yang baru diucapkan di muka rakyat, dan memberi nama Indonesia kepada pertemuan itu, ada beberapa pilihan. Media pers senang pada konferensi tingkat tinggi dan musyawarah tokoh nasional. Di dalam kamus besar Pusat Bahasa, yang jarang dimiliki dan dibuka oleh birokrat kita, ada masukan rembuk (dengan k) nasional yang diberi makna musyawarah pemuka-pemuka bangsa.

Apakah rembuk nasional, maaf, summit itu membuktikan lagi bahwa bahasa Indonesia belum jadi unsur jati diri kita?

Jika pemerintah dan DPR membulatkan hati akan meningkatkan pencerdasan kehidupan kita, maka yang diperlukan ialah keteladanan pemimpin bangsa dan pemuka masyarakat: harus memberi contoh memiliki sikap menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia dan jangan memamerkan pengenalan bahasa Inggris di muka khalayak ramai.

ANTON M MOELIONO Munsyi, Guru Besar Emeritus Linguistik UI


*awalnya judul di atas memakai kata ‘dibaca’ jadi “Semoga tulisan pak Anton dibaca pemerintah”, tapi setelah dipikir, kalau cuma dibaca tanpa ada tindak lanjutnya ya sama aja bo’ong, makanya diganti jadi ‘diperhatikan’, dan semoga masalah bahasa ini benar-benar juga jadi perhatian pemerintah kita :)

National Summit? Sumpah Pemuda? kelaut aja…


Pemerintah baru saja menggelar National Summit 2009 yang membicarakan berbagai masalah negeri ini. Sayangnya pemerintah lupa bahwa memberi nama sebuah gelaran yang membahas masalah bangsa tidak dengan kebanggaan sebagai bangsa itu sendiri.

Padahal baru saja memperingati Sumpah Pemuda yang salah satu isinya berbunyi:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. (lihat lengkapnya di sini)
 

Terima kasih kepada harian Kompas yang tetap bangga memakai “Rembuk Nasional” (lihat beritanya & gambar di atas diambil di sini) ketimbang National Summit yang sungguh sangat melukai perasaan Bahasa Indonesia, jika diibaratkan sebagai manusia. 

Mungkin jika kita tanya kepada pemerintah, “Pak, Bu, apa pemberian nama itu tidak bertentangan dengan semangat Sumpah Pemuda?” Apa jawab mereka? “Apa, Sumpah Pemuda? Haree genee masih ngomongin Sumpah Pemuda! kelaut aja…”

Wahai para pemuda tahun 1928, maafkan ulah pemerintahmu yang sekarang ya…