WARGA: PLN KEJAM! Itulah headline yang ditulis Pos Kota
awal Juli lalu, tentang ulah semena-mena oknum PLN membongkar meteran
listrik dan meminta uang warga. Gaya (bahasa) disfemisme memang sejak
dulu sudah menjadi ciri khas media beroplah sekitar 300 ribu eksemplar
ini, selain sangat terang-terangan, gamblang, blak-blakan, juga hampir setiap kepala beritanya tampil dengan huruf full kapital.
Kontras dengan apa yang ditulis oleh Kompas di hari yang
sama. Meski juga mengangkat sepak terjang pelayanan publik, namun koran
yang pertama kali terbit 28 Juni 1965 ini lebih memilih membahas
ketidakjelasan ketentuan izin usaha, dengan headline: Meniadakan Daerah Abu-abu. Sungguh metafora yang manis, bukan?
Sebagai media yang sudah berakar kuat di masyarakat, Pos Kota dan Kompas memang sangat piawai menemukan insight pembacanya masing-masing. Secara produk satu sama lain punya keistimewaan tersendiri, tidak bisa dikomparasi plek-ketiplek apple to apple, karena jelas dari pemilihan jenis berita saja sudah tak sama. Jika pun ada berita sejenis yang sama-sama dijadikan headline, gaya penulisannya pasti akan berbeda.
Lihat, apa yang mereka tulis ketika sama-sama meng-headline-kan berita tentang kekalahan tim nasional sepakbola Indonesia pada dua pertandingan Grup D Piala Asia, bulan Juli lalu.
Ketika usai melawan Arab Saudi, Kompas pada 14 Juli 2007 menulis dengan elegan: Kalah dengan Kepala Tegak, dan masih berkompromi dengan menaruh kalimat harapan sebagai subheadline-nya: Peluang Indonesia Belum Habis. Pernyataan adem-ayem yang aman terkendali, sesuai dengan kepribadian konsumennya yang selalu mendambakan atau bahkan sudah menikmati kemapanan.
Bagaimana dengan Pos Kota? WASIT DIKUTUK! Sebuah headline yang sangat insightfull,
mengingat sebagian pembaca koran yang berdiri tahun 1970 ini, adalah
mereka yang ada di wilayah keras, tak mau kalah, sehingga malah
menyalahkan wasit yang dianggap memihak tim lawan.
Indonesia Belum Jadi Elite Asia. Lagi-lagi Kompas menuliskan headline bergaya
ironi lembut untuk memberitakan kegagalan timnas Indonesia melawan
Korsel, lima hari setelah kalah dengan kepala tegak. Sebaliknya Pos Kota lebih memilih sudut pandang yang nyeleneh untuk berita yang sama: SBY TAK BAWA HOKI, subheadline: 2 X NONTON 2 X KALAH. Benar-benar headline yang merefleksikan karakter segmen pembacanya.
Dari perbedaan signifikan itulah, kembali menyadarkan kita bahwa
setiap produk punya konsumennya sendiri, dan sangat penting untuk
mengenalinya lebih jauh sebelum merangkai k
ata guna mencuri perhatian mereka. Jika saat ini Anda sedang puyeng
dikejar garis mati untuk membuat sebuah kepala garis yang pas? Silakan
cari kedua koran laris ini, siapa tahu kalimat-kalimat sakti mereka bisa
menjadi inspirator yang jitu. Selamat ber-headline-ria!
[ditulis dan dimuat pada bulan Agustus 2007]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar