Diskusi Bedah KBBI Edisi 4

27 Februari 2009
KBBI Edisi 4 Lebih Tebal Lebih Membingungkan

Dari tiga edisi yang telah disusun sebelumnya, dalam diskusi Bedah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Bahasa Edisi Keempat, Meiti Takdir Kodratillah, dari tim Pusat Bahasa Indonesia menyatakan terdapat banyak perbedaan dalam KBBI edisi keempat ini dibandingkan dengan kamus edisi-edisi sebelumnya.

“KBBI edisi keempat berbeda dengan KBBI edisi sebelumnya,” terang Meiti dalam acara
diskusi di gedung Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta, Selasa (24/2/2009).

Meiti menyebutkan perbedaan yang terdapat dalam kamus tersebut yaitu: 1) penambahan lema dan sublema yang semula berjumlah sekitar 78.000, kini bertambah menjadi sekitar 90.000 lema. Penambahan itu meliputi kosakata baru, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. 2) perbaikan menyangkut definisi, penjelasan lema, dan pemenggalan kata. 3) perbaikan menyangkut informasi teknis, seperti label bidang ilmu, label bahsa daerah, dan informasi yang lain. Dan 4) Sistematika penyusunan lema yang tidak lagi berdasarkan abjad seperti pada kamus-kamus sebelumnya, tetapi berdasarkan paradigma.

Menurutnya sistematika penyusunan lema pada edisi-edisi sebelumnya yang dilakukan berdasarkan abjad oleh tim penyusunnya membuat definisi yang diberikan banyak yang tidak taat asas, karenanya tim pusat bahasa mencoba menyusun KBBI IV dengan sistem yang lain melalui beberapa tahapan berbeda.

“Sistem tersebut membuat definisi yang diberikan banyak yang tidak taat asas.” jelas Meiti. Sementara tahapan-tahapan yang dimaksud dalam penyusunan lema KBBI IV ini yaitu: 1) pengelompokkan lema menurut bidang atau medan maknanya, 2) pemeriksaan lema dan sublema yang telah dikelompokkan, 3) pemeriksaan lema dan sublema baru, 4) penggabungan kembali lema dan sublema berdasarkan abjad, dan 5) pemeriksaan lema dan sublema setelah penggabungan.

Kosakata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) IV boleh saja bertambah jumlahnya sehingga kian lengkap. Namun, pertambahannya itu bukannya tanpa sisi negatif.

“Perubahan format pada larik pertama lema tidak konsisten. Ada yang terlewat, belum diubah, bahkan pada halaman yang sama seperti pada halaman 830. Ini dapat membingungkan pembaca, dapat dibaca sebagai makna, padahal bukan,” kata ahli tata bahasa Indonesia dari Unika Atmajaya Bambang Kaswati Purwo dalam diskusi Bedah KBBI IV di Gedung Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta Selatan, Selasa (24/2/2009).

Dari empat edisi yang telah diluncurkan, sebanyak 27.951 kata telah bertambah, mulai dari edisi I yang memuat sebanyak 62.100 kata, edisi II 72.000 kata, edisi III 78.000 kata, dan terakhir edisi IV sebanyak 90.049 kata. Penambahan kata ini menurut Meiti merupakan hasil penambahan kosakata baru yang sudah umum dipakai di masyarakat yang terkait juga dengan penambahan kosakata baru khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Bambang, KBBI seharusnya tidak perlu terlalu banyak mengambil kata-kata serapan yang berasal dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kata-kata yang merupakan bagian teknis dalam satu ilmu pengetahuan seharusnya disusun dalam kamus tersendiri khusus bidang keilmuan tersebut.

“Apakah semua masalah harus dijangkau dalam KBBI saya jawab ya. Tapi apakah harus masuk dalam kamus ini jawaban saya tidak. Untuk kosakata yang memang teknis dalam satu ilmu pengetahuan saya rasa itu tidak perlu dimasukkan, tapi jika kosakata tersebut lintas ilmu pengetahuan dan umum dipakai ya perlu dicantumkan,” terangnya.

Selain itu Bambang juga mengusulkan adanya satu KBBI yang memang khusus dipakai sebagai rujukan atau pedoman tata bahasa untuk masyarakat. Nantinya tidak perlu ada lagi KBBI berseri seperti yang ada sekarang yang dianggap membingungkan masyarakat tentang mana edisi yang harus dipakai.

“Saya mengusulkan adanya kamus khusus, sehingga tidak perlu ada lagi edisi 1,2,3,4
dan nanti 5. Yang beredar itu hanya kamus gubahan,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar