Hati-hati ber(bahasa) iklan!

Seorang pembaca Kompas (29/7/2006) mengirim surat dan dimuat di kolom Redaksi Yth. Ia bercerita tentang anaknya yang berumur tiga tahunan, bertanya dengan serius, "Pak, motor itu juga manusia ya?"
"Motor itu ya motor bukan manusia."
"Lha itu yang diiklan teve..."

Ada kisah lain lagi, dituturkan seorang ayah yang punya anak berumur sekitar lima tahun. Istrinya, ibu si anak, sedang berulang tahun. Dengan santainya si anak bilang ke ayahnya, "Pa, aku mau beli Irex di mana ya, buat kado ulang tahun mama?"

Ternyata tidak semua orang punya persepsi bahasa yang sama. Anak-anak kecil adalah kalangan yang paling polos dalam menyerap dan mengartikan sebuah kalimat. Waktu bikinnya mungkin si kreator iklan tak mengira bakal direspon begitu oleh mereka.

Sepeda motor diibaratkan manusia yang perlu perawatan yang baik agar sehat, jadi motor Honda tak sering sakit jika menggunakan onderdil asli keluaran Astra. Dipakainya motor juga manusia kemungkinan bertujuan menggambarkan hal itu sekaligus memenangkan pikiran konsumen alias biar nancep di urutan teratas otak konsumen, karena merupakan plesetan dari sebuah lagu terkenal yang dinyanyikan grup musik top yang juga jadi bintang iklannya.

Slogan kado istimewa untuk mama yang diangkat oleh Irex, produk keperkasaan pria itu, mungkin bertujuan untuk memperkuat posisinya sebagai sesuatu yang benar-benar bisa membuat istri (baca: mama) jadi puas sehingga tepat untuk dijadikan kado istimewa di hari ulang tahun mama. Sebuah cara halus non-vulgar untuk mengatakan keunggulan produknya.

Iklan-iklan tersebut hanya sebagian dari beberapa yang memiliki gosip di dalam berbahasa. Tak ada yang salah memang jika sebuah iklan punya bahasa yang agak gimana gitu. Namanya juga iklan. Berbagai pembatasan berbahasa di dalam iklan -- tidak boleh menggunakan kata superlatif: ter-, hanya, satu-satunya, paling, dan batasan-batasan yang lain -- rupanya belum cukup untuk "menyiksa" para kreator iklan agar menghasilkan karya pariwara yang baik. Ketika aturan berbahasa itu sudah dilaksanakan dengan sangat hati-hati, ternyata masih harus dilihat secara komunikasi apakah sudah tepat sasaran. Giliran sudah tepat sasaran, ternyata ada dampak yang diluar dugaan. Seperti dua contoh respon iklan di atas.

"Iklan kan nggak dibuat untuk semua orang, jadi kalo bahasanya sudah sesuai dan dimengerti oleh target market produk yang diiklanin, itu udah bener!" kata seorang praktisi iklan senior. Iya sih, tapi apa salahnya untuk tetap berhati-hati dalam berbahasa, biar iklannya makin bener. [b\w] (benwal.blogdetik 31/07/2008)


(AdDiction 050906)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar