Gaya Ngenglish di Program Berita TV Kita

Budayawan Taufiq Ismail sempat kesal dengan maraknya “bahasa Amerika” di media massa karena penggunaannya yang sangat dominan. Ia mengkritisi tentang nama program salah satu tv swasta nasional yaitu “Top Nine News” yang seolah-olah sajian berita tersebut bukan untuk penduduk Indonesia karena berbahasa Inggris-Amerika (sehingga dibuat istilah “bahasa Amerika” oleh Taufiq Ismail).

Apakah memang begitu hebatnya pengaruh bahasa Amerika-English mendominasi program-program berita di tv kita? Mari lihat apa saja nama program berita di stasiun televisi besar yang siaran di udara negeri ini. Berikut nama program berita di tv swasta siaran nasional. Ada Seputar Indonesia (RCTI), Liputan 6 (SCTV), Topik (ANTV), Fokus (Indosiar), Reportase (TransTV), Redaksi (Trans7), Global Malam (GobalTV), Lintas (MNCTV), dan Kabar (tvOne).

Sementara Metro TV sebagai televisi khusus berita pertama di Indonesia memiliki banyak nama untuk program beritanya, antara lain: Metro Pagi-Siang-Malam, Metro Hari Ini, Metro This Week, Editorial Media Indonesia, Wideshot, Newsmaker, dan Top Nine News yang dipertanyakan Taufiq Ismail. Masih ada dua lagi yaitu Indonesia Now & After Hour adalah program dalam bahasa Inggris sehingga tak masalah dengan namanya. Bahkan ada satu program dengan bahasa Mandarin juga tak masalah jika bernama Metro Xin Wen.

Dari daftar di atas kelihatan bahwa sebenarnya sebagian besar program berita masih setia menggunakan bahasa Indonesia, hanya untuk stasiun tv yang terakhir memang sepertinya membiarkan dirinya untuk dikuasai bahasa Amerika terlihat dari nama-nama program News-nya, seperti yang tertulis di situs web mereka. Entah karena malas mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia atau memang menganggap bahasa Indonesia kurang keren untuk pendengaran mereka.

Tapi dari semuanya, beberapa stasiun tv terpaksa sama dalam menamakan siaran berita sangat penting yang biasanya disiarkan di luar jadwal siaran berita atau setiap jam, yaitu “Breaking News”. Meski beberapa ada yang menamakannya “berita aktual” atau “berita terkini”. Ada satu stasiun tv termuda Kompas TV yang baru tayang tanggal 9 September 2011 lalu memakai istilah lain untuk berita semacam itu yaitu “Kompas Update”. Sangat disayangkan jika melihat koran Kompas yang telah menjadi semacam tolok ukur dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik & benar di media, malah justru memakai istilah asing di tv-nya.

Bagaimana dengan tv milik negara TVRI? Ah, kalau mereka itu sih tidak perlu diragukan lagi keindonesiaannya. Program berita “Dunia Dalam Berita” kala itu termasuk yang ditunggu-tunggu oleh sebagian besar rakyat Indonesia dan menjadi penanda waktu jam 21.00 WIB, sama seperti “Berita Terakhir” yang dulu menjadi patokan hari menjelang tengah malam. Sayangnya program legendaris tersebut kini telah berganti menjadi “Berita Mancanegara”. Meskipun beberapa program itu kini sudah tiada, yang penting semangat untuk tetap memakai bahasa Indonesia jangan sampai ikutan tiada. [b\w]

Juli 2012

Selamatkan Bahasa Indonesia

Tulisan dengan judul “Taufiq Ismail: Selamatkan Bahasa Indonesia” yang dimuat Kompas 30 Juni 2012 di halaman 14, cukup penting dalam hubungannya dengan pemakaian bahasa Indonesia dewasa ini. Berita tersebut merupakan liputan dari hasil diskusi tentang sastra dan bahasa media massa di Bentara Budaya Jakarta yang berlangsung pada hari Jumat 29 Juni 2012.

Taufiq Ismail melakukan penelitian secara sederhana selama dua jam pada tahun 2009, ia mengamati pemakaian bahasa di media massa terutama di televisi. Dia merasa dicekoki bahasa yang tak semestinya dipakai bagi pemirsa di Indonesia. “Top Nine News. Siapa pemirsa berita jam sembilan malam ini? Orang California atau penduduk kota Sydney? Kok pakai bahasa Amerika? Kan bisa memakai judul Sembilan Berita Penting,” katanya.


Taufiq juga mencatat hal-hal kecil seperti seringnya pemakaian kata flashback. Menurutnya apa susahnya menggunakan istilah ‘kilas balik’? Rupanya memang susah karena bahasa Amerika (Serikat) itu bahasa yang hebat menjajah. Dunia kebahasaan kita seperti bebas dari penjajahan bahasa Belanda masuk ke dalam penjajahan bahasa Amerika. Cengkeraman bahasa Amerika dalam kebahasaan kita, kata Taufiq, sangat kuat. Kondisi ini terjadi sebab kecenderungan bangsa kita untuk minder, rendah diri, bersikap udik, bergaya kampungan, dan suka menunduk-nunduk itu amatlah kuat.

Benar juga pak Taufiq, banyak kejadian di kantor-kantor, di mana sebuah presentasi lebih sering menggunakan bahasa Inggris, atau bahasa Amerika menurut Taufiq Ismail, padahal presentasi tersebut ditujukan kepada orang Indonesia juga. Beberapa kasus memang ada satu orang asing yang biasanya merupakan konsultan dari perusahaan nasional tersebut, tapi apakah kita harus mengalah demi satu orang itu, padahal semua hadirin yang datang adalah orang Indonesia?

Begitulah memang bangsa ini, entah mengapa banyak sekali orang yang sangat tidak sadar bahasa, juga tidak sadar bahwa bahasanya, bahasa Indonesia, sangat berjasa dalam menyatukan bangsa dan negara ini, berjasa dalam menentukan keberadaan bangsa ini. Sudah saatnya kita menyelamatkan bahasa Indonesia yang berarti juga menyelamatkan bangsa Indonesia.

RESOLUSI?

Desember 2011

Tau nggak artinya ‘RESOLUSI’?

Menjelang berakhirnya tahun 2011 Masehi ini, ada satu kata yang sedang naik daun dan sering ditanyakan antar kita, yaitu kata ‘resolusi’. “Apa resolusi kamu di tahun 2012” atau “Apakah Anda sudah punya resolusi untuk menjalani tahun baru 2012 mendatang?” begitulah salah dua contoh pertanyaan tentang resolusi. Tapi sebenarnya, tau nggak sih apa itu artinya ‘resolusi’?

Sebelum kita mulai menjawab segala pertanyaan seperti di atas, atau sebelum kita mulai menulis “daftar resolusi” itu tadi, sebaiknya kita lihat dulu apa kata KBBI Daring tentang ‘resolusi’:

re·so·lu·si /résolusi/ n putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yg ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tt suatu hal: rapat akhirnya mengeluarkan suatu -- yg akan diajukan kpd pemerintah

Nah, sudah jelas kan, apa yang dimaksud dengan re-so-lu-si? Kata ini kemungkinan besar diadaptasi dari kata English, yaitu resolution, yang menurut Merriam-Webster Dictionary artinya adalah ‘the act or process of resolving’ yaa... terjemahan bebas Google-nya adalah ‘tindakan atau proses penyelesaian’.

Secara harfiah atau berdasarkan arti leksikal, contoh pertanyaan di atas tadi masih bisa relevan dengan arti sebenarnya. Artinya kata ‘resolusi’ bisa dianggap berupa sebuah atau beberapa tuntutan tentang suatu hal bagi diri kita di tahun 2012. Begitu pula jika mengacu pada arti English-nya, sepertinya juga masih sesuai, pertanyaan tersebut bisa mengarah kepada sebuah tindakan atau proses penyelesaian yang akan kita lakukan di tahun depan.

Namun masalahnya, saat ini kata ‘resolusi’ sudah banyak yang menganggap sebagai istilah lain dari ‘harapan’, bahkan juga ‘cita-cita’, ‘impian’, atau bagaimana melaksanakan rencana-rencana yang belum terlaksana, atau yang akan dilakukan di tahun yang akan datang. Dalam hal ini resolusi jadi sedikit mengalami perubahan makna, lebih berkembang, dan bisa-bisa malah lari jauh dari makna sesungguhnya.


Resolusi memang bukanlah kata gabungan dari ‘re’ dan ‘solusi’, yang artinya ‘solusi ulang’, tapi bisa saja di antara “daftar” resolusi kita untuk tahun yang baru salah satunya merupakan sebuah aktivitas untuk mencapai solusi yang diulang, karena mungkin di tahun 2011 hasil solusinya kurang memuaskan. Semoga segalanya di hari, bulan, dan tahun yang baru, dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Selamat tahun baru 2012, dan selamat mengimplementasikan resolusi yang sudah dibuat (bagi yang membuatnya). :D

Bahasa Lebaran

4 Sep 2011

Entah dari mana asal kata Lebaran yang merupakan istilah Indonesia untuk Idulfitri, yang jelas dalam KBBI Lebaran bermakna: hari raya umat Islam yg jatuh pd tgl 1 Syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama sebulan; Idulfitri. Semua orang di Indonesia juga tahu itu pastinya.

Lebaran yang keberadaannya didahului dengan puasa selama sebulan di bulan Ramadan, memiliki banyak istilah-istilah yang timbul hanya di satu bulan tersebut, yang kemungkinan kecil pada bulan-bulan lain tidak atau sangat jarang digunakan. Mulai dari sahur, imsakiyah, tarawih, isbat, hisab, rukyat, hingga lailatul qadar dan itikaf yang kesemuanya dari bahasa Arab.

Di bulan Ramadan kita pasti sering mendengar istilah buka puasa. Bagaimana ceritanya, seorang yang seharian berpuasa menahan lapar dan dahaga, ketika akan mengakhiri aktivitasnya disebut dengan berbuka? Lha, memang apanya yang dibuka? Mulutnya? Seharusnya kata yang tepat adalah membatalkan puasa atau lebih tepat lagi mengakhiri puasa (pada hari itu). Tapi ya sudah terlanjur populer, istilah buka ini malah sudah resmi jadi akronim, ada bukber (buka bersama), atau bubar (buka bareng).

Menjelang hari Lebaran, kata mudik mulai jadi santapan setiap hari di media. Kata ini dalam KBBI berarti: (berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman). Jika melihat artinya, asal kata ini dari kata udik yang berarti hulu sungai atau kampung, dusun, desa yang sangat berhubungan erat dengan aktivitas mudik itu sendiri yang memang bergerak kembali ke pedalaman atau ke kampung/desa/dusun asal dari para pemudik sebelum tinggal/bekerja di kota.

Ketika sudah di kampung halaman, para pemudik terutama dari suku Jawa, biasanya mereka melakukan aktivitas sungkem kepada orang tua, dan juga melakukan kunjungan atau sowan kepada sanak keluarga. Hebatnya, kata dari bahasa Jawa ini sudah resmi masuk KBBI. Sungkem artinya: sujud (tanda bakti dan hormat), sedangkan sowan berarti: menghadap (kpd orang yg dianggap harus dihormati, spt raja, guru, atasan, orang tua); berkunjung.

Ada yang lucu pada ucapan ketika Lebaran tiba. Kalimat minal aidin wal faizin sering disangka orang berarti mohon maaf lahir batin, padahal BUKAN! Kalimat dari bahasa Arab itu seharusnya lengkap seperti ini: jaalanallahu minal aidin wal faizin yang artinya: semoga Allah menjadikan kita bagian dari orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang. Saking merasuknya arti mohon maaf tersebut, sampai-sampai ketika saling bertemu orang menyingkatnya jadi Minal aidin ya… atau yang lebih ekstrim jadi Minal-minul ya… yang tentunya sudah sangat tidak bermakna lagi.

Sebenarnya, daripada bingung, sebagai orang Indonesia pakailah bahasa yang sudah jelas diketahui siapa saja jika ingin mengucapkan kepada sesama warga republik ini. Apa susahnya menulis atau mengucapkan selamat Lebaran, mohon maaf lahir batin.

Kumpul Kebo atau Kumpul Kerbau


30 April 2011

Di harian Kompas yang terbit pada hari Jumat 29 April 2011, tepatnya di kolom ‘Bahasa’ halaman 15, ada tulisan bapak Anton M Moeliono yang sangat menarik, berikut tulisannya:

BAHASA
Kumpul Kerbau

Ada perbedaan yang jelas antara proses penyerapan kosakata asing zaman dulu dari yang sekarang. Dahulu penyerapan didasarkan pada pendengaran dan hasilnya ditulis dengan huruf yang dianggap paling dekat dengan bunyi vokal atau konsonan Indonesia. Misalnya, chaffeur (Belanda) menjadi sopir, winkel menjadi bengkel, dan luitenant menjadi letnan.

Menurut penelitian mahasiswa saya, bentuk serapan dari bahasa Belanda hingga awal Perang Dunia Kedua berjumlah kira-kira 4.000 butir. Di samping itu selama berabad-abad berlangsung penyerapan antara lain dari bahasa Sanskerta, Arab, Cina, Portugis, Tamil, dan Persia. Bahasa Melayu dan bahasa Indonesia dewasa ini paling banyak menyerap kosakata dari bahasa Inggris ragam Amerika, Britania, dan Australia.

Karena bangsa Indonesia sedang memasuki peradaban beraksara dan teknologi informasi, warga masyarakat bangsa Indonesiadi mana pun tinggalnya diharapkan memakai unsur kosakata serapan dengan bentuk tulisnya sama dan seragam, sedangkan lafalnya dapat berbeda menurut suku etnis dan bahasa daerah yang masih dipakainya.
Ambillah kata Belanda dan Inggris bus, yang di Medan lafalnya mungkin mirip dengan busuk atau busur, tetapi di Bandung lafalnya menjurus ke beus seperti kata beureum ‘merah’, dan di Yogya condong ke bis sebab orang ngebis. Akhir-akhir ini diperkenalkan bentuk busway, dan yang suku awalnya dilafalkan secara Inggris: bas. Demi keseragaman, yang menjadi ciri pembakuan, kita menetapkan ejaannya jadi bus.

Sejak 1972 dipakai pedoman berikut. Proses penyerapan bertolak dari bentuk tulisan tak lagi dari lafal ungkapan asing. Ejaan kata Inggris management diubah menjadi manajemen yang lafalnya oleh orang Yogya berbeda dari orang Padang. Namun, ejaan atau bentuk tulisannya sama. Namun, karena kita tidak merasa wajib mematuhi kaidah dan aturan, kecuali jika ada sanksi, atau denda, kata basement belum diserap menjadi basemen (ba-se-men) walaupun sudah ada aransemen, klasemen, dan konsumen. Kata basement dapat diterjemahkan jadi ruang bawah tanah dengan akronimnya rubanah.

Sikap taat asas juga perlu diterapkan pada unsur serapan yang berasal dari bahasa daerah Nusantara. Ungkapan kumpul kebo kita nasionalkan menjadi kumpul kerbau karena yang berkumpul serumah itu bukan kerbau-kerbau Jawa saja. Selanjutnya orang yang membangkang atau menentang perintah tidak mbalelo, tetapi membalela. Orang yang tidak berprasangka bahwa daya ungkap bahasa Indonesia masih rendah akan menemukan kata membalela di dalam kamus Poerwadarminta yang terbit pada tahun 1952.

Begitu pula ada kata merisak ‘menakuti atau menyakiti orang yang lebih lemah’ untuk memadankan to bully dan bullying, serta kata berlepak menghabiskan waktu dengan duduk-duduk tanpa melaksanakan sesuatu yang bermanfaat untuk mengungkapkan budaya remaja to hang out.

Kita tidak mengenal kosakata Indonesia karena, menurut laporan terakhir, 50 persen dari sekolah dasar dan 35 persen dari sekolah lanjutan pertama pemerintah tidak memiliki koleksi pustaka, dan kamus tidak disertakan berperan dalam proses belajar-mengajar bahasa.

ANTON M MOELIONO, Pereksa Bahasa, Guru Besar Emeritus UI



Ubah Kebiasaan Rubah di Twitter




8 Mar 2011

Mungkin sidang pembaca yang budiman sudah bosan jika blog ini lagi-lagi membahas masalah pemakaian kata ubah yang sering menjadi rubah, jika lagi-lagi menangkap bukti kesalahan penggunaan kata ubah. Tapi memang itu harus dilakukan guna mengingatkan kita semua karena kesalahan itu selalu terjadi berulang-ulang, bahkan dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya tidak boleh melakukan kesalahan tersebut.

Penyebaran kesalahan rubah kini justru makin menjadi-jadi, apalagi sejak mulai marak yang namanya sosial media. Para ‘seleb‘ berbondong-bondong menulis di sosial media, terutama Twitter. Namun sayangnya, kicauan mereka seringkali tidak memerhatikan kaidah berbahasa yang baik dan benar, bukan berarti mereka wajib menulis dalam bahasa formal, tetapi tetap harus disesuaikan dengan latar belakang dan profesi mereka.

Memang sih, sosial media apalagi Twitter bukanlah media pendidikan. Justru sebaliknya orang menyukai Twitter karena di situlah mereka bisa menulis apa saja tanpa hambatan. Mereka bisa bebas menulis dengan bahasa lisan. Tapi tentu jadi lain cerita jika yang menulis adalah seorang figur publik yang punya pengikut (follower) banyak. Selain harus menjaga materi yang akan di-twit, kaidah berbahasa juga sebaiknya diperhatikan, karena itu merupakan bagian dari kecintaan kita kepada bangsa ini, karena kalau bukan kita yang mencintai bahasa nasional kita sendiri, lalu siapa lagi? Demikian. :)